Pemerintah sedang bersiap untuk menerapkan kebijakan “New Normal” karena kapan pandemi Covid-19 akan berakhir tak bisa diprediksi. Sementara itu, masyarakat tak bisa terus menerus “dikurung” terlalu lama melalui Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Karena itu, “New Normal” menjadi solusi: masyarakat tetap boleh beraktivitas, tapi harus mengikuti protokol Covid-19 dengan ketat.
Lalu, bagaimana dengan pesantren? Bisakah “New Normal” diterapkan di lingkungan pondok pesantren?
Seperti halnya pendidikan umum, pendidikan di pondok pesantren juga telah diliburkan sejak virus Corona mewabah di negeri ini. Namun, harus diingat, karakteristik pendidikan di pondok pesantren memang berbeda dengan di sekolah-sekolah umum. Jika di sekolah-sekolah umum jam belajarnya dibatasi, katakanlah 6-7 jam dalam sehari, santri harus berada dan belajar di pondok pesantren selama 24 jam sehari.
Jika fokus pendidikan di sekolah-sekolah umum adalah aspek kognisi dan juga motorik, di pondok pesantren jauh lebih kompleks. Sebab, selain tempat menimba ilmu, pondok pesantren juga merupakan lembaga pembentukan karakter (adab), pelatihan spiritual (riyadhoh), pembelajaran hidup. Karena itulah, santri dituntut berada di pondok pesantren selama 24 jam penuh.
Dengan demikian, jika di sekolah-sekolah umum proses belajar mengajar tatap muka bisa diganti dengan virtual (online), proses yang sama tak bisa diterapkan di lingkungan pondok pesantren, apalagi kalau dalam jangka waktu yang lama. Belajar mengajar secara online akan kehilangan ruh pendidikan kepesantrenan.
Karena itu, diinisiaasi oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), para pemimpin pondok pesantren menggelar pertemuan secara online pada Rabu (27/5/2020). Rapat online untuk menyikapi rencana pemerintah menerapkan kebijakan “New Normal” ini diikuti perwakilan dari beberapa pondok pesantren besar, di antaranya Pondok Tambak Beras, Ploso, Lirboyo, dan Buntet Cirebon. Terlibat juga dalam rapat ini adalah Ketua Rabhithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) atau Asosiasi Pesantren Seluruh Indonesia Abdul Ghaffar Rozin.
Dalam rapat tersebut, sebenarnya kalangan pondok pesantren sudah berniat untuk memulai aktivitas pendidikan pada bulan Syawal atau pasca-Lebaran, yang kebetulan biasanya menjadi tahun ajaran baru di pesantren. Namun, karena kondisi belum kondusif dan protokol kesehatan di lingkungan pesantren belum memadai, rencana itu diurungkan. Jika dipaksanakan, dikhawatirkan pondok pesantren justru akan menjadi kluster baru penyebaran Covid-19.