Ada suasana berbeda di Pondok Pesantren Nasy’atul Muta’allimin Gapura, Kabupaten Sumenep, Madura, Jumat (25/9/2020) malam. Acara “Ngopi Budaya” yang membuatnya berbeda. Sesuai temanya, “Menjelang An-Nahdlah Ats-Tsaniyah”, acara ini digelar untuk menyongsong satu abad keberadaan Nahdlatul Ulama (NU), organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia.
“Ngopi Budaya” yang diikuti para kiai dan santri dari berbagai pesantren ini dilaksanakan dengan gaya khas nahdliyin: santai, sederhana, gayeng tapi penuk makna. Kata KH Dardiri, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Nasy’atul Muta’allimin, menyebut acara ini memang sengaja dilaksanakan dengan santuy —meminjam istilah generasi milenial.
Dimulai bakda isya hingga berakhir pukul 00.00 WIB, diskusi kaum santri ini diselang-selingi atraksi beragam kesenian, seperti pertunjukan pencaak silat Pagar Nusa dan seni Hadrah al-Banjari. Pertunjukan ini memberi warna tersendiri.
Keunikan Nahdliyin
“Ngopi Budaya” ini dihadiri oleh berbagai kalangan. Dari anak-anak muda hingga orang-orang yang sudah dewasa. Baik laki-laki maupun perempuan. Karena acara ini dibawa dengan santai, cair, dan familiar, para hadirin dapat mengikutinya dengan penuh antusiasme. Lebih dari itu, nara sumber juga membawakan materinya dengan santuy.
Sebagai pembicara dalam “Ngopi Budaya” ini, KH Maimun Syamsuddin, pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah, menguraikan panjang lebar tentang budaya NU dengan guyonan khas kaum nahdliyin.
Ya Allah, berilah saya kemampuan, aamiin…