Baru-baru ini warga Kota Bukittinnggi, Sumatra Barat, dikejutkan oleh kasus incest yang melibatkan seorang anak dengan ibu kandungnya. Incest, atau hubungan seks sedarah, itu terjadi sejak sang anak duduk di bangku SMA dan kini telah berusia 28 tahun. Diperkirakan, kasus incest itu baru terbongkar setelah berlangsung selama 11 tahun. Kabar itu begitu mengguncang, dan menjadi perbincangan di jagat maya.
Bagi saya sendiri, incest seperti itu tak begitu mengejutkan. Sebab, gejalanya memang nyata ada di sekitar masyarakat manusia sejak begitu lama. Hanya, kita pandai menyembunyikannya di bawah selimut. Bisa selimut sosio-budaya ataupun sosio-agama. Atau kita melemparkannya sejauh alam mitologi.
Kita tahu, Sigmund Freud menyebut gejala ini sebagai Oedipus Complex. Kenapa? Mungkin Frued hanya punya satu referensi: mitologi Yunani. Jika tersedia referensi lain, mungkin Frued akan menyebutnya secara berbeda. Bisa jadi Sangkuriang Complex.
Pada mitologi Yunani, kita disuguhi karakter Oedipus Rex. Ia anak dari Laios dan Iokaste, penguasa Thebes. Sebelum Oedipus lahir, seorang peramal menujum bahwa Raja Laios kelak akan mati di tangan anak kandungnya sendiri. Dihantui ramalan itu, saat mulai tumbuh besar, Oedipus dipasung hingga kakinya bengkak —arti oedipus adalah orang berkaki bengkak. Meski Oedipus hidup dalam pasungan, ternyata tak membuat Raja Laios merasa aman. Sang anak kemudian dibuang ke pengasingan.
Selama dalam pengasingan itu, Oedipus terobsesi akan kecantikan ibunya dan kekuasaan ayahnya. Untuk bisa memiliki ibunya dan berkuasa seperti ayahnya, maka tak ada jalan lain kecuali membunuh ayahnya dan menikahi ibunya. Dan, kita tahu, tragedilah yang kemudian terjadi. Diselubungi kabut misteri, sang ibu, Iokaste, akhirnya gantung diri. Dan, menyadari apa yang terjadi, Oedipus akhirnya membutakan matanya dan pergi meninggalkan Thebes sampai meninggal di pengasingan.
Tragedi Odeipus Complex itu oleh Freud digunakan untuk memperjelas teorinya yang kita kenal sebagai psikoseksual dalam karyanyaThe Interpretation of Dreams. Berdasarkan teori Freud, ada masanya anak laki-laki menginginkan belaian kasih sayang dari ibunya dan menganggap sang ayah sebagai pesaingnya; atau anak perempuan terobsesi dengan kasih sayang ayahnya dan memandang ibu kandungnya sebagai pesaingnya.
Karena Oedipus Complex, atau incest, hubungan sedarah, atau apalah nama lainya merupakan gejala tealitas, kelaluan bukan kebaruan, maka diperlukan kewaspadaan paripurna untuk membentengi diri dan keluarga dari perbuatan menyimpang ini. Tidak cukup sekadar paham efek dan dampaknya, baik dari sisi agama maupun dari aspek kesehatan, namun yang paling penting adalah menjaga jarak (sejauh-jauhnya) dengan perbuatan haram ini. Tentu ada kiat-kiat khusus yang tidak dijelaskan oleh Mas Kiai Mukhlisin, yang patut dan pantas untuk kita ketahui.
Pointnya bahwa hubungan sedarah bukan hanya sebuah dongeng, metos, atau metologi, namun nyata adanya dalam kehidupan, dekat di antara pernak pernik kesibukan kita sehari-hari. Hee,,, kejadian ini begitu viral meskipun saya sendiri kurang mengikuti. “Waspadalah… waspadalah…!” Kata Bang NAPI,,,🙏🙏🙏