Baru-baru ini, pemerintah mengumumkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang berlaku mulai Januari 2025. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan penerimaan negara untuk mendukung pembangunan dan memenuhi kebutuhan fiskal.
Meski dimaksudkan untuk menopang keberlanjutan anggaran, kebijakan ini tidak lepas dari kritik. Banyak masyarakat merasa khawatir kenaikan PPN akan berdampak langsung pada peningkatan harga barang dan jasa, terutama kebutuhan pokok. Hal ini tentu akan semakin memberatkan masyarakat kecil yang sudah terbebani dengan kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Dalam konteks ini, penting bagi kita untuk melihat kebijakan pajak ini dari perspektif Islam. Bagaimana pandangan syariat tentang pajak? Apa batasan dan prinsip yang ditetapkan Islam untuk memastikan bahwa pajak tidak menjadi alat penindasan, melainkan sarana untuk mencapai kesejahteraan bersama?
Pajak dalam Perspektif Islam
Sejak zaman Rasulullah SAW, Islam telah mengenal berbagai jenis kontribusi keuangan. Selain zakat, yang merupakan kewajiban bagi umat Islam, terdapat pula bentuk kontribusi lain yang berfungsi mendukung kebutuhan negara. Istilah seperti kharaj, usyr, jizyah, al-maks, dan dhoribah sering kali digunakan untuk menjelaskan pajak dalam Islam.
Istilah kharaj (sewa tanah), ‘usyr (bea masuk), jizyah (pajak kepala/upeti), al maks (pungutan liar yang dilakukan oleh oknum/preman yang tidak diperintahkan oleh Rasulullah SAW), dan istilah pungutan lain yang pernah ada, pada umumnya juga diterjemahkan menjadi “pajak”.
Inilah awal kerancuan yang menyebabkan kesalahpahaman dalam memaknai pajak. Masing-masing istilah tersebut sebenarnya berbeda, baik maksud, subjek, objek, maupun tujuan penggunaannya, sehingga tidaklah tepat semuanya diterjemahkan menjadi ‘pajak’.
Padanan kata yang paling tepat untuk pajak menurut sistem ekonomi Islam bukan jizyah karena jizyah artinya kehinaan, rendah, atau berkurang. Menurut Khalifah Umar bin Khattab, sungguh tidak pantas kaum muslim dipungut dengan kehinaan karena segala aktivitas muslim yang mengikuti perintah Allah SWT termasuk dalam nilai ibadah yang berarti kemuliaan.