Salah satu surat kabar harian kelas menengah asal Inggris, Daily Mail, pernah menulis tentang Pencak Dor dengan nada yang penuh sarkasme. Artikel yang terbit pada tanggal 1 Mei 2017 tersebut berjudul Indonesian boarding school students compete in brutal no-holds-barred martial arts contetst…just to win some FOOD. Pemberian judul hingga penggunaan huruf kapital dalam kata FOOD, dengan gamblang menggambarkan bagaimana media tersebut mencoba mendeskriditkan seni tarung bebas asal Kediri, Jawa Timur, ini. Makanan seolah menjadi satu-satunya motivasi para pendekar Pencak Dor dalam mengikuti kesenian yang lahir dari rahim Pondok Pesantren Lirboyo ini. Tulisan tersebut juga seakan mengarahkan pembacanya untuk menganggap bahwa kemiskinan dan brutalitas lekat dengan dunia pesantren. Hal ini dipertegas dengan muatan berita yang menegasikan aspek kultural dari Pencak Dor dan menonjolkan foto-foto beraroma kekerasan. Padahal, tentu saja, Pencak Dor lebih dari sekadar pertarungan untuk mendapatkan makanan.
Sejarah Pencak Dor dan Perkembangannya
Pencak Dor merupakan olah raga tarung bebas yang tumbuh dari lingkungan Pondok Pesanten Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, yang masih eksis hingga sekarang. Kata Pencak mengacu pada gerakan pencak silat yang dipakai petarungnya, sedangkan Dor berasal dari alat musik jidor yang mengiringi jalannya pertandingan. Sepanjang pertandingan, Salawat Badar yang diiringi oleh seni musik jidor tidak pernah berhenti dilantunkan. Selain untuk meredam emosi, salawat juga berfungsi untuk menegaskan identitas Pesantren Lirboyo yang merupakan asal dari bela diri tersebut.