HiIDUP I
Udara memeras
Hujan deras
Warna-warna itu
Jadi debu: abu-abu
Seiring napas
Tanah mengeras
Waktu berlalu
Jadi batu
Ditumpuk pasrah
Di tubuh cuaca
Mirip kata-kata
Yang tergesa-gesa
Saat membuka hari
Dan menutup puisi
Tulungagung, 2021.
HIDUP II
Dari halaman sepi ke halaman sunyi
Aku menemukan tengah malam
: yang diam-tenang
Bintang-bintang bertaburan
Menjelma pertanyaan
Di ruang ingatan
Sepotong bulan melempar jawaban
Ke permukaan pikiran
Mendikte pagi
Menulis puisi
Meramal nasib hari
Supaya aku dan matahari
Tetap terbit kembali
Tulungagung, 2021.
HIDUP III
Tetapi tidak dengan hanya berperang
Cara mengetahui seberapa kuat benteng iman
Yang terlihat begitu menawan padahal berawan
Seperti keinginan yang mungkin hanya permainan
“Kita memang harus terus bergerak searah pikiran”
Kepada mata, ia bergantung tetapi malah bingung
Kepada hidung, ia merenung tetapi malah murung
Kepada mulut, ia mengadu tetapi malah berkeluh
Kepada tangan, ia beradu tetapi malah jauh
Ia berikrar memperbarui udara
di kota-kota dan beberapa kata
seperti burung yang baru keluar sangkar sendirian
mengikuti arah angin yang berubah-ubah: keyakinan
“Kita harus terus bongkar pasang pikiran”
Tak ada batas aman bagi pikiran seperti teritorial
hanya saja maut semakin jelas jadi pangkal
seperti busur: tempat permulaan kehidupan
ke putaran jam sepanjang jalan
Di mimpinya tujuan adalah peta
area sembunyi bagi angan
yang beriman dan pasrah
kepada kematian
Tulungagung, 2021.