Perang sebagai upaya dakwah Islam sering dimaknai sempit oleh beberapa kalangan umat Islam. Mereka menganggap perang merupakan jalan jihad yang paling mulia dalam rangka mencari rida Allah.
Hal ini juga tak lepas dari pengaruh sejarah dakwah Islam Rasulullah yang beberapa kali melakukan peperangan dengan kaum kafir. Sejarah ini yang kemudian menimbulkan persepsi bahwa perang adalah suatu kebolehan bahkan keharusan dalam upaya meninggikan bendera Lailaha illa Allah sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dan kaum muslimin pada masa itu.
Tak khayal sekarang ini banyak bermunculan gerakan radikalisme yang secara terang-terangan menyatakan perang terhadap non-muslim, terlebih ‘janji surga’ yang mereka jadikan umpan dalam rangka memperluas gerakannya agar berhasil merekrut banyak umat Islam untuk ikut serta menjadi succesor dalam gerakan tersebut. Bahkan dari mereka ada yang sampai merelakan harta bendanya terkuras habis dalam misi dakwah tersebut. Padahal, perang dalam Islam harus dipahami secara komprehensif agar tidak menimbulkan persepsi bahwa Islam adalah agama yang berkembang hasil dari kekerasan dan tumpah darah.
Perang dalam Al-Qur’an
Salah satu firman Allah perihal perang terdapat dalam QS. al-Baqarah ayat 216, yang bunyinya:
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
Artinya: Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Kata “كُتِبَ” dalam ayat ini menunjukkan bahwa perang merupakan sebuah kewajiban. Namun, kewajiban di sini perlu dikaji bersama dalam keadaan bagaimana perang itu diwajibkan, sama halnya haji yang menjadi wajib ketika seseorang telah mampu untuk melaksanakannya.