Perginya Ahli Hadis dari Betawi

125 views

Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Hari ini umat Islam kehilangan salah satu putra terbaiknya. KH Ahmad Syarifuddin Abdul Ghani, ulama asli Betawi yang dikenal sebagai ahli hadis di negeri ini, wafat pada Kamis (27/5/2021) sekitar pukul 11.59 WIB.

Semasa hidup, KH Ahmad Syarifuddin Abdul Ghani dikenal sebagai satu dari sedikit ulama asli Betawi yang sangat disegani karena kedalaman keilmuannya. Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta memang dikenal sangat menguasai ilmu keislaman, terutama hadis. Karena itu, almarhum dikenal sebagai salah satu muhadis terbaik di Indonesia —satu kepakaran yang mulai langka di negeri ini.

Advertisements

Rekam jejak pendidikannya memang patut menempatkan KH Ahmad Syarifudin sebagai muhadis terkemuka. Dilahirkan di Kampung Basmol, Kembangan Utara, Jakarta Barat pada 1 Juli 1957, KH Ahmad Syarifudin  adalah putra dari pasangan KH Abdul Ghani Bin Zaen dan Ny Alijah Binti Abdullah. Sang ayah berprofesi sebagai guru madrasah, dan ibunya seorang ustazah di beberapa majelis taklim di Kedoya.

KH Ahmad Syarifudin menamatkan pendidikannya di Sekolah Rakyat Cengkareng pada 1969, kemudian melanjutkan studi ke SLTP Jakarta dan lulus pada 1972. Rupanya, sejak remaja KH Ahmad Syarifudin sudah gandrung akan ilmu pengetahuan. Terlihat, di tingkat menengah atas, KH Ahmad Syarifudin belajar dua sekolah, yaitu SMEP Jakarta yang lulus pada 1975, dan selanjutnya di Madrasah Aliyah An-Nida Bekasi dan lulus pada 1978.

Belajar Hadis di Madinah

Kecintaannya pada ilmu hadislah yang kemudian menuntun KH Ahmad Syarifudin melanjutkan studi sarjana (S1) di Islamic University Madinah. Selama kuliah di Madinah tahun 1978-1982, KH Ahmad Syarifudin jurusan hadis. Tak puas, ia melanjutkan studi pascasarjana (S2) di universitas yang sama dengan mengambil jurusan yang sama pula, dan lulus pada 1985.

Saat pulang ke Tanah Air pada 1986, KH Ahmad Syarifudin langsung mengamalkan ilmunya. Pertama-tama ia mengajar di Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Al-Hidayah, Kampung Basmol. Selain itu, mendidik para santri di Pondok Pesantren Al-Hidayah Kampung Basmol, Cengkareng.

KH Ahmad Syarifudin juga sangat aktif di berbagai kegiatan sosial keagamaan dan pendidikan. Ia sering mengadakan pengajian kitab di beberapa majelis taklim di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Kitab yang sering diajarkan adalah Shahih Bukhari, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Turmudzi, Fathul Mu`in, Tafsir Ibnu Katsir, Subulus Salam, Riyadhus Shalihin, Kifayatul Akhyar, Tafsir Jalalain, Al-Muwatha , Irsyadul `Ibad, dan lain-lain.

Berkat kedalaman ilmunya, KH Ahmad Syarifudin akhirnya dipercaya menjadi Ketua Komisi Fatwa MUI DKI Jakarta periode 2010-2013 dan kemudian Ketua Umum MUI DKI Jakarta 2013-2018. Di lingkungan NU, KH Ahmad Syarifudin pernah menjadi Sekretaris Syuriah NU Jakarta periode 2004-2009 dan terakhir sebagai Rais Syuriyah PBNU.

Pengabdiannya di bidang pendidikan sangat besar. KH Ahmad Syarifudin tercatat sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Al Marhalah Al Ulya Bekasi dan Ketua Yayasan Pembinaan dan Pendidikan Islam Al Hidayah (YAPPIA) Jakarta. Keduanya dijabat hingga KH Ahmad Syarifudin tutup usia.

Penulis Kitab

KH Ahmad Syarifudin juga dikenal sebagai penulis kitab. Salah satunya adalah kitab yang berjudul Al Badru Munir Fi Takhriji Ahadist Syarhil Kabir. Kitab ini terdiri dari 28 juz, setiap juznya dikarang oleh satu orang. Dalam penulisan kitab ini, KH Ahmad Syarifudin menulis untuk juz 4 yang terdiri dari 458 halaman.

Kitab ini menjelaskan tentang hadis sahih yang berkaitan dengan thoharoh (bersuci) dari madzhab Imam Syafi’i. Kitab yang dijadikan kenangan-kenangan oleh mahasiswa S2 Universitas Madinah Jurusan Hadis angkatan 1982 ini diterbitkan oleh percetakan Daarul Ashima Riyadh Saudi Arabia tahun 2009.

Selain dikenal sebagai ahli hadis, KH Ahmad Syarifudin ternyata juga menguasai ilmu falak atau astronomi Islam. Ilmu falak tersebut dipelajarinya dari Guru Madjid Pekojan, yang dikenal sebagai pionernya atronomi Islam di Nusantara.

Kini ulama besar itu telah pergi. Kecintaannya akan ilmu patut kita teladani.

Lahul Al-Faatihah!

Multi-Page

Tinggalkan Balasan