Santri, sebagai generasi muda penerus bangsa, memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian lingkungan. Salah satu upayanya adalah dengan meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap sampah. Sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan.
Ekologi merupakan hubungan timbal baik antara makhluk hidup (baca: santri) dengan kondisi lingkungan sekitar. Santri memiliki peran yang cukup fundamental terkait dengan konservasi sampah. Sampah yang dikelolo dengan baik, akan memberikan dampak lingkungan sekaligus karakter yang bermuara pada kebaikan.
Di dalam Al-Quran dijelaskan, “Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang beriman.” (QS Al-A’raf: 85). Ayat ini menjelaskan ekologi (hubungan timbal balik) antara manusia dengan alam. Jika alam sekitar dikelola dengan baik, maka alam tersebut akan memberikan nilai-nilai kebaikan bagi seluruh manusia. Sebaliknya, jika kerusakan selalu diperbuat manusia terhadap lingkungannya, maka alam akan memberikan efek buruk.
Di pesantren, khususnya pesantren yang sudah besar memiliki problematika terkait sampah. Sampah-sampah ini lahir dari aktivitas para santri dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan membeli barang atau makanan dengan menggunakan plastik merupakan bagian keseharian yang sangat miris dan riskan.
Maka tidak heran jika Kiai M Faizi, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah Sumenep, Madura, di dalam bukunya yang berjudul Merusak Bumi dari Meja Makan sangat menyayangkan dengan penggunaan bungkus plastik. Semestinya bungkus yang sulit terurai ini harus kita hindari. Hendaknya bungkus alami dijadikan alternatif demi kesehatan kita dan lingkungan.
Problematika Sampah
Pesantren, sebagai tempat pendidikan Islam, seringkali menghasilkan sampah dalam jumlah yang cukup besar. Sampah ini berasal dari berbagai sumber, seperti sisa makanan, plastik, kertas, dan lain sebagainya. Jika tidak dikelola dengan baik, sampah di pesantren dapat menimbulkan masalah lingkungan, seperti pencemaran air dan tanah.
Bukan sekadar menjadi problem bagi pesantren itu sendiri, namun juga bermasalah dengan warga sekitar. Seperti yang pernah terjadi di PP Wali Songo Lampung Utara, bahwa sampah yang merupakan limbah tersebut membuat warga sekitar resah. Maka problematika tersebut harus dicarikan jalan keluarnya.