Ada salah satu buku yang juga berjudul Prisma Pemikiran Gus Dur, tetapi tujuan tulisan ini bukanlah hendak memberikan ulasan tentang buku itu, melainkan hendak “mengintip” bagaimana Gus Dur memainkan kaca matanya, sudut pandangannya, dan logikanya dalam membedah suatu hal ―yang boleh jadi agak sedikit-banyak berbeda dengan umumnya orang.
Untuk keperluan analisis, tulisan ini menggunakan esai-esai Gus Dur yang terkumpul dalam buku Tuhan Tidak Perlu Dibela (diterbitkan LKiS di tahun 1999). Tidak ada alasan khusus kenapa buku ini yang digunakan, selain alasan kepemilikan.
Esai-esai Gus Dur memang banyak tersebar di berbagai media dan bunga rampai. Tapi beberapa esai ―sependek hemat penulis― punya kelugasan tersendiri dalam memantulkan prisma pemikirannya.
Prisma pemikiran seseorang dapat ditelusuri dengan mengidentifikasi komposisi kata yang digunakannya, tata gramatikanya, cara ia mengorganisasi posisinya sebagai penulis/pengamat, dan jejak-jejak referensi berpengaruh yang digunakannya.
Prisma pemikiran umumnya merupakan produk dari posisi sosial seseorang, entah itu posisi jabatan, status, ideologi, pandangan, dan lain sejenisnya. Kadang, seseorang dengan posisi tertentu hanya memiliki satu prisma pemikiran. Dan kita dapat mengenalinya seketika saat ia berbicara.
Dalam beberapa kasus, kadang ditemukan juga segelintir orang yang omongannya merefleksikan beberapa prisma pemikiran. Pantulan ini dapat dikaitkan dengan keragaman tema bacaan dan lingkaran pertemanan yang ia miliki. Gus Dur sering kali dikenal sebagai seorang kiai, wali, pluralis, dan intelektual.
Tiga predikat yang paling awal disebutkan, agaknya punya nilai tersendiri yang saling berkaitan. Sementara satu predikat yang belakangan disebut, dapat diperdebatkan. Dua orang dengan afiliasi yang berbeda dapat saling memperdebatkan antara keutamaan intelektual Islam dan keutamaan intelektual Barat, misalnya.
Greg Barton pernah menilai, Gus Dur adalah sebuah anomali: tak ada di dunia ini yang satu sisi diagungkan sebagai wali, tapi di lain sisi juga dipuji sebagai pemikir liberal. Predikat wali dan pemikir liberal adalah dua kutub yang di tengah-tengahnya memuat keragaman spektrum lain yang bisa dijelajahi.