MAKAM SYEKH MAHFUDZ GURANG-GARING
cahaya sore mewakili ucap bibirmu, menjawab salamku
dalam geletar angin menjahit hening di senyap kening
di dekat makammu, dipayungi lebat daun bidara
doaku menakik diam dada dengan baris basmalah
dalam kegaiban, aku yakin kau sedang mendengarkan
tetabuhan jiwaku yang kadang gendang, kadang gamelan
berbunyi membentuk orkestrasi suara guguran melati
di kedalaman diri yang dijarum sepi, dirajam perih
kutatap epitafmu, damai memeluk batu penantang waktu
mengurai asma dan cerita dari perkamen hari lalu yang rahasia
mungkin dari bibir gentong ajaibmu yang seketika berisi air
saat Arya Wiraraja memintamu mengusir kering
demikianlah ziarahku ini sebagai gentong lain
yang menganga di sini untuk beberapa ingin.
Asta Gurang-Garing, 2022.
MAKAM SYEKH AHMAD BAIDAWI
aku menjangkau tanganmu dari jauh
sebentuk telapak tak berwujud membaluri tubuhku
dengan irisan kembang srigading, melati, dan daun pandan
peta tubuhku yang wangi mengendap dalam sepi
dalam banyak kemungikan yang dipeluk cahaya putih
dan kemungkinan itu adalah wujud lain dari pintu
di mana aku bisa masuk menyimpan lahang cita yang berlaru
dan ancak hidup yang hampa, di sini bertemu buah
diarsir rangkak angin di sebelah dada
hingga ziarah ini pun adalah makna
dari sekian manuskrip hidup yang jarang dibaca
beberapa menit, sebelum aku pamit
tanganmu dengan telapak tak berwujud
sekali lagi kujangkau dengan ciuman takzim beriring salam
agar kau dan aku menyatu dalam jabat tangan
yang dirahasiakan zaman di balik segala yang bisa dipandang.
Bangkal, 2022.
MAKAM KIAI HOSAMUDDIN PANGABASEN
di sisimu, pohon rukam abadi sembahyang
dalam iktidal panjang yang diratapi rumput dan ilalang
di balik hamparan kerikil hitam, kau serasa diam
menyempurnakan bentuk bulan
yang pernah dikoyak para perampok di desa Batang-Batang
hingga kembali jadi cahaya yang membantu mata
melihat sepasang jalan yang berbeda
membuat perampok itu menemukan ka’bah dalam dirinya
di sini, aku ingin mencari siapa dan mengerti siapa
siapa dirimu dan siapa diriku
di batas tipis lekukan daun rukam
pemisah dua warna yang saling tikai
mirip garis hidup antara putih dan hitam
:antara fana dan baka
berdiri tugu nasib bertatah goresan pensil kecil
dari saku rahasiamu dalam doa dan ayat-ayat yang kubaca.
Pangabasen, 2022.
MAKAM KIAI BAHAUDDIN BANDUNGAN
embah, makammu berhulu sepi
dan sepi ini adalah bahasa yang pernah diajarkan zaman
bagi yang ingin bicara dalam diam
diamku dan diammu di dua alam yang berbeda
sama-sama pohon yang membuahkan tausiyah
ke dalam setakir atma
:kita kunyah diam-diam, agar kenyang dalam kesendirian
di sebelah batu kijingmu, setumpuk kerikil menjelma tasbih
kuhitung zikirku, kujumlah rinduku
lantas kerikil itu seperti bermutasi
jadi banjar permata yang rapi tersusun ke masa lalumu
:saat kau hidup berkalang kayu, menembang sesudah subuh
macapatmu didengar para petani, pekebun, dan penyadap lahang
bahwa dalam diri manusia ada matahari lain yang lebih terang
hanya saja sering terlupakan oleh kesibukan-kesibukan
embah, catatlah aku sebagai peziarah
yang menunduk ke telaga cinta di dalam dada
sambil menangis menggetahkan dosa-dosa
dari kayu tua yang lama ditinggal daun dan bunganya.
Bandungan, 2022.
MAKAM KIAI HASYIM BUNGDUWAK
rasanya baru kemarin, tangan agungmu
menulis sejumlah hijaiah di datar dadaku
meski aku tak pandai membaca
kalimat pada bakul hidupmu yang kering
di sepotong pering
kini, di sini
dalam sebaris ayat suci
bertemulah langit dan bumi
hijaiah yang dulu kau tuliskan
telah mekar jadi kembang
dan tangan agungmu yang dulu
masih terus menulis huruf baru
dalam jiwaku.
Bungduwak, 2022.