Adirata terselubungi oleh ucapan istrinya yang terus menerus menyalahkan dirinya tentang pernikahannya yang belum dikarunia seorang putra. Di tengah matahari mengistirahatkan sinarnya di peraduan ufuk barat, langkah kaki Adirata yang tak terarah membawannya ke tepian Sungai Aswa. Alunan gemuruh arus sungai Aswa yang deras sederas itu seirama dengan kesedihan Adirata yang tumpah tak terbendung dari hati pikirannya.
“Tuhan, hamba memohon petunjuk untuk bisa mengambil lagi hati istri hamba.”
Senja memerah berubah menjadi petang. Adirata terduduk sejenak di tepi Sungai Aswa. Dalam kesedihan, ia membuang tatapannya ke tengah Sungai Aswa. Sesaat beberapa lama, terlihatlah sebuah keranjang yang bersinar memantulkan cahaya sang surya mengapung. Keranjang itu semakin mendekat seakan-akan ingin berlabuh di pangkuan Adirata. Adirata pun terus mengamati keranjang yang terapung. Semakin diamati maka semakin banyak kejanggalan. Keranjang itu seakan-akan terbang di atas air sungai tak goyang dalam arus sungai yang deras.
Adirata langsung mengarungi sungai yang tak begitu dalam tetapi berarus deras. Diraihlah keranjang itu dengan tangannya. Keranjang itu mirip milik putri raja, di atasnya terdapat kain sutra merah bersulamkan benang emas, dan yang lebih mengagetkannya, ternyata di keranjang yang terapung iu tampaklah sesosok bayi laki-laki. Bayi itu langsung tersenyum ketika menatap Adirata. Di wajahnya tidak ada sisa-sisa rasa gentar akan arus keras sungai yang mengiringinya, dan percikan-percikan air di tubuhnya. Setelah berada di genggaman, maka menepilah Adirata. Diletakannya keranjang bayi tersebut di dekat tempat duduknya.
“Siapa yang tega membuang bayi yang tidak bersalah ini? Apakah ini jawaban-Mu Tuhan atas doa saya tadi? Jika benar, saya sangat bersyukur, dan kelak akan kubesarkan dengan kasih sayang anak ini.”
Kemudian digendonglah bayi itu. Seketika itu terjatuhlah selembar surat. Diletakkan kembali bayi itu di atas keranjang, lalu dibacalah surat itu.
“Semoga Tuhan memberikan keberkatan kepada yang menemukan anak ini. Anak ini adalah bayi yang tidak diinginkan oleh keluarga kami. Berilah nama Karna kepada anak ini. Karena anak ini telah diberkati oleh Batara Surya, dengan pengetahuan, anting-anting, dan perisai di tubuhnya. Sebenarnya saya, ibu anak ini, aku seorang putri raja, karena kesalahanku maka aku melahirkan anak ini. Karna tidak bersalah, jadi dengan segenap hormat dan permohonan saya mohon untuk merawat Karna dengan sebaik-baiknya. Semoga Tuhan menyelamatkanmu dan bayiku.”