Rebo Wekasan, yang juga dikenal sebagai Rabu Pungkasan, adalah sebuah tradisi yang berlangsung pada hari Rabu terakhir bulan Safar dalam kalender Hijriyah.
Di kalangan masyarakat Jawa, Rebo Wekasan dianggap sebagai hari yang memiliki energi negatif, sehingga banyak ritual dan tradisi yang dilakukan untuk menangkal keburukan. Namun, bagaimana sebenarnya pandangan Islam terhadap tradisi ini? Apakah Rebo Wekasan hanya sekadar budaya lokal, atau memiliki makna yang lebih dalam dalam Islam?
Secara etimologis, “Rebo” berarti Rabu, dan “Wekasan” berasal dari kata “wekasan” dalam bahasa Jawa yang berarti terakhir. Dalam konteks ini, Rebo Wekasan berarti Rabu terakhir di bulan Safar.
Kepercayaan akan Rebo Wekasan berakar dari mitos dan keyakinan lama bahwa hari ini dipenuhi dengan kesialan dan malapetaka. Di beberapa daerah di Jawa, diyakini bahwa pada hari ini, Allah menurunkan 320.000 jenis penyakit ke dunia. Oleh karena itu, masyarakat merasa perlu melakukan berbagai upacara dan ritual untuk menghindari bencana tersebut.
Di Jawa, Rebo Wekasan diisi dengan berbagai macam ritual dan tradisi. Salah satu tradisi yang populer adalah upacara “tolak bala,” yang dilakukan untuk menolak keburukan atau bala.
Upacara ini biasanya melibatkan pembacaan doa-doa tertentu, tahlilan, selawatan, dan sedekah makanan kepada tetangga dan kerabat. Makanan yang dibagikan sering kali berupa nasi tumpeng dan kue apem, yang memiliki makna simbolis dalam budaya Jawa.
Tumpeng, dengan bentuknya yang mengerucut ke atas, melambangkan harapan dan doa kepada Tuhan, sementara kue apem yang namanya mirip dengan kata “afwan” dalam bahasa Arab, melambangkan permintaan maaf dan pengampunan.
Selain itu, beberapa masyarakat Jawa juga melakukan mandi di laut atau sungai, yang dikenal dengan “padusan.” Ritual ini diyakini dapat membersihkan diri dari segala energi negatif dan membawa berkah serta keselamatan. Ritual padusan ini sering disertai dengan doa-doa tertentu dan diiringi oleh berbagai alat musik tradisional.
Terima kasih infonya mas