Dalam bulan Agustus kemarin ada dua pesantren yang menjadi kluster Covid-19. Hingga Selasa, 1 September 2020, sebanyak 539 santri dinyatakan positif terpapar virus Corona. Perkembangan kasus Covid-19 di Pondok Pesantren Darussalam Blokagung, Banyuwangi, Jawa Timur benar-benar mengejutkan. Rilis data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi menyatakan pada Sabtu terjadi tambahan kasus setelah dilakukan tes swab terhadap 624 santri. Dari 624 santri yang dites, diketahui sebanyak 340 orang positif Covid-19. Dengan tambahan kasus baru ini, total santri Pondok Blokagung yang positif Covid-19 mencapai 539 orang. Rata-rata para santri yang dinyatakan positif Covid-19 ini dalam kondisi sehat atau termasuk orang tanpa gejala (OTG). Yang menunjukkan gejala ringan hanya beberapa santri.
Santri yang positif Covid-19 ini dikarantina di lingkungan pesantren. Hal tersebut dilakukan karena mayoritas santri hanya sebagai OTG. Meskipun begitu, santri di Pondok Blokagung ini memperoleh penanganan penuh dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur. Semoga kasus Covid-19 di Pondok Blokagung ini bisa segera berakhir. Penyebab terjadinya kluster baru di Pondok Pesantren Darusalam adalah kontak santri dengan orang tua santri yang telah terpapar Covid-19.
Kasus santri terpapar Covid-19 juga terjadi Pondok Pesantren Kajen, Pati, Jawa Tengah. Jumlah santri yang terpapar Covid-19 tersebut terus bertambah. Hingga Selasa, 11 Agustus 2020 sudah 35 santri positif Covid-19. Akibat kejadian tersebut, Kajen dinyatakan sebagai kluster baru penyebaran Covid-19. Untuk mengendalikan penularannya, santri yang belum tertular dipulangkan dulu ke rumah masing-masing. Puluhan santri yang terpapar Covid-19 tersebut berasal dari satu pondok yang sama. Sementara, di Desa Kajen tercatat ada 64 pondok pesantren. Pondok-pondok pesantren lainnya di Desa Kajen saat ini masih dalam keadaan kondusif. Hal tersebut disebabkan jauh sebelum terjadi kasus positif Covid-19 di salah satu pondok, pondok-pondok lainnya telah menerapkan protokol kesehatan ketat di bawah pengawasan Forum Komunikasi Pengasuh Pondok Pesantren Se-Kajen dan Sekitarnya (FKPPK).
Pondok pesantren memang rawan menjadi kluster Covid-19. Kerawanan tersebut karena santri juga terkadang masih di-sambang orang tuanya. Dengan adanya kontak fisik dengan warga luar pesantren, akan memperbesar peluang transmisi virus kepada santri. Epidemiolog dari Universitas Griffith, Dicky Budiman, mengatakan hal ini faktor indoor, kerapatan, dan besar kemungkinan dari mekanisme penularan droplets, fomit yang tercemar virus dan airborne aerosol juga. Sebab penyebaran di pondok atau asrama masif adalah karena umumnya faktor ventilasi dan sirkulasi tidak optimal.
Penyebab lainnya adalah kondisi banyaknya orang yang berada di pesantren. Dengan banyaknya orang maka semakin banyak barang-barang atau benda yang digunakan bersama. Potensi penularan akibat penggunaan barang secara bersama seperti meja, kursi, atau sarana lainnya akan membuka peluang penularan. Bahkan toilet bersama juga diketahui merupakan salah satu tempat yang tinggi konsentrasi virusnya. Protokol kesehatan yang tidak diikuti, seperti mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak, bisa menambah besar potensi penularannya.
Pondok pesantren boleh melakukan kegiatan pembelajaran diniyah bukan karena tanpa alasan. Pemerintah mengizinkan karena pesantren adalah tempat karantina. Di pondok pesantren, para santri diisolasi di asrama. Mereka tidak boleh keluar dari lingkungan pondok. Untuk mencegah penularan Covid-19 di pondok pesantren diperlukan langkah yang kompleks. Bukan hanya memerlukan kesiapan pengasuh, pengurus pesantren dan santri tetapi juga guru madrasah, orang tua, satgas percepatan penangan Covid-19, masyarakat sekitar pesantren, pedagang, dan sebagainya.
Pengasuh pondok adalah pemengang peran utama dalam penentuan kebijakan pencegahan di pesantren. Penerbitan peraturan, petunjuk teknis, dan penyediaan sarana-prasana protokol pencegahan Covid-19 harus sudah ditentukan sebelum memutuskan santri kembali ke pesantren. Peraturan yang paling utama adalah warga pondok wajib mengisolasi diri di pesantren dan melaksankan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Peraturan dan petunjuk teknis pelaksanaan pembelajaran di pesantren memang perlu diterbitkan agar para warga pesantren bisa melaksanakan kegiatan yang sesuai protokol kesehatan. Sarana-prasana pencegahan juga perlu disediakan. Sarana prasana yang paling utama yaitu ruang isolasi bagi santri yang baru datang atau terindikasi terpapar Covid-19, cuci tangan/handsanitizer, dan masker.
Pesantren yang memiliki lebih dari seratus santri harus melibatkan peran pengurus. Hal tersebut perlu dilakukan karena pengurus yangg berperan dalam pengawasan pelaksanaan protokol kesehatan di pondok pesantren. Pesantren perlu menyeleksi petugas pengawasan dari kalangan santri yang berkarakter bertanggung jawab dan disiplin. Dengan melakukan hal tersebut maka akan mempermudah pelaksanaan peraturan dan petunjuk teknis protokol kesehatan. Tindakan pemberian sanksi kepada pelanggar protokol kesehatan juga perlu dilakukan agar semua warga disiplin.
Santri bisa menjadi garda terdepan pencegahan Covid-19 di pesantren. Hal ini karena mayoritas santri bermukim di pesantren. Karena itu, untuk pencegahan Covid-19, santri harus berkarakter disiplin dalam berperilaku sesuai dengan protokol pencegahan Covid-19. Pembentukan karakter tersebut itu akan maksimal jika santri memiliki kesadaran dan kebiasaan.
Bagi pesantren yang memiliki madrasah, perlu adanya kebijakan situasional khusus. Kebijakan tersebut adalah melaksanakan pembelajaran daring, luring, atau tatap muka. Jika dewan guru tidak bermukim di pesantren, madrasah berbasis pesantren yang di daerah merah dan oranye tentunya wajib melaksanakan pembelajaran daring atau luring. Madrasah bebasis pesantren di daerah hijau atau yang gurunya bermukim di pesantren bisa melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) di madrasahnya dengan tatap muka. Walaupun diperbolehkan dengan tatap muka, KBM tetap wajib mematuhi protokol kesehatan.
Orang tua santri perlu menyadari bahwa pesantren adalah kluster yang belum terpapar Covid-19. Mayoritas pengasuh pesantren dan orang tua mengawali normal baru bertujuan untuk tetap mencerdaskan santri di masa pandemi. Bahkan ada tujuan yang tidak kalah penting yaitu mengisolasi para santri yang sehat agar tidak terpapar Covid-19 di pesantren. Hal tersebut tidak akan terlaksana jika tidak melibatkan peran orang tua. Peran utamanya adalah tidak menjenguk para santri. Kerawanan terpapar Covid-19 akan semakin besar jika para santri kontak fisik dengan orang tua. Hal itu terjadi karena orang tua santri akan berkontak fisik dengan orang-orang yang mungkin reaktif atau positif Covid-19 di sepanjang perjalan menuju pesantren.
Pelibatan masyarakat dan pedagang sekitar pesantren untuk mengawasi santri dan mematuhi protokol kesehatan juga perlu. Pesantren harus bekerja sama dengan masyarakat dan pedagang sekitar untuk membuat kesepakatan dan peraturan terkait dengan pencegahan Covid-19. Hal ini diperlukan karena warga pesantren saling berinteraksi dengan masyarakat dan pedagang di sekitar pesantren.
Yang terakhir, perlu adanya kerja sama pesantren dengan satgas percepatan penangan Covid-19 atau dinas kesehatan terdekat. Perwujudan kerja sama ini bisa dengan pengontrolan kesehatan warga persantren dan pengawasan pelaksanaan protokol kesehatan. Dengan adanya kerja sama tersebut, akan mengoptimalkan pencegahan dan mempermudah pendeteksian dini orang yang reaktif atau positif Covid.
Kesadaran berbagai pihak akan dampak bahaya Covid-19 perlu ditanamkan. Kesadaran dampak bahaya Covid-19 adalah senjata terbaik untuk melawan pandemi Covid-19. Pencegahan Covid-19 di pondok pesantren tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Semakin banyak yang terlibat dalam penanganan pencegahan Covid-19, maka akan berdampak semakin masif. Seringnya para pengasuh dan pengurus pondok pesantren memberikan materi pencegahan Covid-19 ketika mengaji dan pemberian suriteladan akan lebih efektif daripada sekadar pengawasan atau sanksi.