SAJAK-SAJAK KARBALA

TANAH YANG MENYIMPAN DUKA
(Asyura, Karbala)

/1/
aku tak pernah sampai di Karbala
tetapi, tanahnya menyedot darah
dari hujan dalam tubuhku sendiri
serupa mimpi yang gagal ditafsir
segala getir
tumpah di padang pasir

https://www.instagram.com/jejaringduniasantri/

aku mencium tanah yang memelas
tak ada di kemudian hari ia membalas
menaruh luka
yang tak sempat dibalut sejarah
barangkali, sejarah hanya

mencatat batu-batu yang disusun
oleh tangan para penguasa

pada nama-nama syuhada
mereka berjalan di ubun-ubun langit
luka mereka menyesap
mencari tubuh-tubuh baru
yang kemudian tahu,
yang kemudian paham,

betapa cinta
bisa lebih darah dari perang

/2/
aku bukan Husein
dan engkau pun bukan Zainab
tapi puing-puing hidup kita
pernah mencicip debu Karbala

pernah kau rasakan
bagaimana ayat-ayat
menjadi pedang yang menusuk dari belakang?
bagaimana air tak lagi suci
karena dicuri oleh kekuasaan?

di antara bayangan tenda dan anak panah
aku melihat diriku yang lain
menggigil seluruh tubuhku
menyaksikan kebiadaban
atas dasar kekuasaan

/3/
jika aku mati esok hari
kuburkan aku dengan
sejumput tanah Karbala
dan secarik kain Asyura

semata karena air mata
memiliki hak atas kesedihan
sepanjang masa

dan darah
biarkan ia menjadi saksi
bagi kepiluan paling elegi

damparalit, 2025.

DI PADANG KARBALA 
— Sidna Husein

“Di padang tandus ini,
tinggallah dalam kemah
bersama anak-anak dan para perempuan.
Berdoalah, dan tunggulah pasukan
yang membawa nama-Ku
namun tak lagi membawa cahaya-Ku.
Maka kau akan mengerti
siapa mereka yang sedang membunuhmu—
atas nama-Ku.”

Dalam hatinya,
ia masih mempertimbangkan
mengapa kebenaran
harus dipertanyakan.
Namun, tepat seperti
sabda kakeknya
telah terdengar
sampai ke tulang-belulangnya,
sebuah suara dari langit
baru saja berkata.

Ia menegakkan tubuh
di tengah gurun,
matanya dikira haus
pada kekuasaan,
lidahnya dikira hendak
merobek baiat.

Dalam perjalanan ke Karbala,
ia tak membawa pedang,
hanya kepercayaan
bahwa kebenaran
hendak segera ditegakkan

Siapa pun yang mengingkari
wasiat kenabian,
mesti menanggungnya
dengan harga yang tak tertukar.

Angin Madinah membawa
nyala takzim matanya,
menyusuri jejak Rasul
dalam tubuh sendiri.
Fatimah menanam
keberanian sunyi di jantungnya.
Ali telah mengajarinya
segala ilmu memecah kebisuan.

Damparalit, 2025.

KARBALA 1

telah kutanam luka
di retak tanah padang pasir

darah yang mengalir
di sela azan dan gemetar
senantiasa dicium debu ziarah

bulan dan bayang pedang
yang menyayat malam
hanya mengenang tubuh-tubuh diam

bila kau perempuan
sujudmu tak sampai
dan ratapmu
menjadi kitab tak tertulis

seperti kerudung
terbakar
di bawah langit sunyi

bila kau lelaki
akan diseret
oleh waktu yang haus

dan sejarah yang gugur
di pelupukmu
adalah takdir yang diratapi

damparalit, 2025.

KARBALA 2

aku ingin menulis puisi
paling elegi malam ini

tapi kesedihan sudah berpuncak
melebur dalam duka derita karbala

sejarah semerah darah
luka dan nestapa

Tremas, Damparalit, 2018–2025.

Sumber ilustrasi: meramu.id.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan