Santri Baru dan Gegar Budaya

20 views

Beberapa hari belakangan, di laman media sosial saya banyak berseliweran akun pondok pesantren yang memposting informasi Penerimaan Santri Baru (PSB). Masing-masing pesantren itu mem-branding secara distingsif. Ya, tujuannya, tidak lain dan tidak bukan, dalam rangka menarik minat umat untuk mukim di pondok menjadi santri. Keberadaan santri memang sangat penting. Adanya santri berimplikasi pada lembaga pesantren dapat bertumbuh lebih besar dan berkembang dengan jaringan yang lebih luas.

Namun, ada catatan yang perlu diperhatikan dan ditanamkan bila berminat nyantri. Yaitu, menjadi santri bukan perkara mudah. Pasalnya, di dalamnya pasti menjumpai serangkaian dinamika; psikologis, pengembangan intelektualitas, dan masalah-masalah praktis lain. Karena itu, dibutuhkan keyakinan, keteguhan, dan kesiapan matang sebelum terjun nyantri. Ketika seorang santri sudah memutuskan untuk hidup sehari-hari hingga bertahun-tahun di pesantren, itu artinya ia harus siap menjadi pribadi yang lebih mandiri dan bertanggung jawab.

Advertisements

Pesantren sendiri memiliki berbagai tradisi yang berkembang di lingkungannya, yang kemudian pelbagai tradisi tersebut disebut sebagai ‘budaya’. Kita tahu, antara budaya pesantren dan sekolah pada umumnya, terdapat perbedaaan yang cukup kentara. Jika menilik lingkungan pesantren, manajemen kegiatan proses belajar mengajar dialokasikan hampir 24 jam tiap hari, serta 7 hari setiap pekan. Berbeda jika penuntut ilmu di sekolah umum, kegiatan belajar mengajar rata-rata hanya 6 jam setiap hari dan 6 hari setiap minggu, bahkan ada yang 5 hari.

Bagi beberapa santri, terutama yang baru pernah nyantri, berjumpa dengan kondisi jadwal padat nonstop dapat menimbulkan distraksi dan ketidaknyamanan. Itulah seperti yang dirasakan oleh saya, dan saya rasa para pembaca juga mengalami hal serupa sewaktu awal-awal mondok, dulu. Intinya, ia berubah merasa cemas dan tertekan akibat lingkungan yang dihuni memiliki budaya berbeda dengan lingkungan sebelumnya. Keadaan ini yang kemudian dikenal dengan istilah culture shock (gegar budaya).

Sabrina Hasyyati Maizan dkk, dalam artikel jurnalnya Analytical Tehory: Gegar Budaya (Culture Shock) (2020) mendefinisikan, culture shock adalah reaksi individu yang timbul ketika memasuki lingkungan yang memiliki budaya berbeda dari budaya asalnya. Reaksi itu menampilkan perasaan cemas, bingung, ketidaknyamanan, dan tertekan karena mereka tidak tahu bagaimana seharusnya berperilaku di lingkungan baru tersebut. Individu itu kemudian menarik diri dari interaksi sosial dan memandang lingkungannya secara negatif.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan