Catatan kecil ini membahas keterkaitan historis (sejarah) dan konseptual antara peran santri dalam dinamika kebangsaan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Sumpah Pemuda tahun 1928. Melalui pendekatan historis dan analisis nilai pendidikan, tulisan ini ingin menunjukkan dan menjelaskan bahwa pesantren dan komunitas santri memiliki kontribusi signifikan terhadap pembentukan kesadaran nasional serta internalisasi semangat persatuan dan kebangsaan. Dalam konteks pendidikan kontemporer, santri diposisikan sebagai agen pembawa nilai-nilai nasionalisme religius yang relevan dengan tantangan zaman modern.
Hari ini, Selasa, 28 Oktober 2025, merupakan hari bersejarah dalam perjuangan dan pergerakan bangsa menuju kemerdekaan. Sumpah Pemuda merupakan peletak dasar berkesadaran terhadap nilai-nilai nasionalisme. Oleh karena itu, maka hari ini harus dijadikan momentum untuk membuat bangsa lebih bermakna dengan kreativitas kepemudaan.

Sumpah Pemuda merupakan peristiwa monumental dalam catatan sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Dideklarasikan pada 28 Oktober 1928, ikrar tersebut menjadi simbol kesadaran kolektif pemuda Indonesia akan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam keberagaman. Sumpah Pemuda tidak hanya mencerminkan identitas politik dan sosial bangsa, tetapi juga menjadi landasan moral bagi pembentukan karakter nasional.
Dalam konteks ini, santri sebagai bagian dari elemen pemuda Indonesia memiliki posisi penting. Pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia telah lama menjadi pusat pembentukan nilai-nilai keagamaan, moral, etik, dan nasionalisme. Oleh karena itu, mengkaji hubungan antara santri dan Sumpah Pemuda menjadi relevan untuk memahami bagaimana pendidikan pesantren turut berkontribusi pada pembangunan karakter kebangsaan.
Historis Santri dalam Gerakan Kebangsaan
Sejak masa penjajahan, pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan keagamaan, tetapi juga sebagai pusat penyadaran sosial dan politik. Tokoh-tokoh bangsa yang berasas santri, seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, dan KH Wahid Hasyim menunjukkan bahwa pendidikan Islam tradisional memiliki keterkaitan erat dengan perjuangan nasional. Pesantren telah berakar kokoh di dalam pembentukan karakter pemuda untuk menjadi sosok yang cinta tanah air. Dalam sejarah pembentukan bangsa, pesantren tidak dapat dipandang sebelah mata.
