Bapak teknologi Indonesia yang visioner, BJ Habibie pernah mengatakan, “Jika engkau ingin mengenal dunia, membacalah. Dan jika engkau ingin dikenal dunia, maka menulislah.”
Seperti halnya bagi Abdu, menulis adalah proses menuju keabadian. Dengan menulis, seseorang yang telah tiada bisa menjadi abadi. Jasad boleh tiada, tetapi jasa berupa karya tulis akan tetap dikenang, selamanya.
Alasan ini pula yang melatarbelakangi tekad kuat Abdu untuk menjadi seorang penulis. Namun apalah daya, lingkungan pondok pesantrennya tidak mendukung terhadap apa yang dia harapkan selama ini. Dari sebab inilah, Abdu agak pesimis untuk melanjutkan niatnya. Hingga pada akhirnya, Abdu memutuskan untuk mengurungkan niatnya dengan alasan sederhana: lingkungan tidak mendukung.
Meskipun Abdu telah mengurungkan niat pertamanya, hal itu tidak menjadikan dia jauh dari dunia literasi. Karena, prinsipnya, harapan untuk dikenal dunia boleh saja gagal, tetapi tidak dengan niat keduanya; yakni mengenal dunia. Buku adalah jendela pengetahuan.
Oleh sebab itu, hari demi hari dia habiskan dengan membaca, membaca apa saja yang bisa dia baca. Mulai dari baca buku, koran, majalah, atau bahkan membaca keadaan di lingkungan sekitarnya. Sehingga, ke mana pun dia akan pergi, kurang lengkap rasanya jika tidak membawa buku. Seakan-akan, membawa buku dikala bepergian merupakan fardlu ‘ain baginya.
Hingga suatu ketika, dari kebiasaannya membaca, Abdu menemukan pendapat seorang tokoh, yang menjadi motivasi untuk menggerakkan kembali niat lama yg dulu diurungkannya; yakni menulis. Dalam literatur yang dia baca, seorang tokoh berkata, “Intelektual sejati adalah sosok yang tidak tunduk terhadap kenyataan. Dengan kata lain, seorang intelektual sejati harus mampu menciptakan terobosan-terobosan baru yang lebih bermanfaat untuk dirinya, lebih-lebih untuk lingkungannya.”
Dari pendapat inilah, Abdu mengerti bahwa seorang intelektual sejati harus berani menciptakan perlawanan terhadap apa saja, termasuk lingkungan. Entah yang bermanfaat (baik) atau sebaliknya. Andaipun bermanfaat, setidaknya mampu menciptakan hal-hal yang lebih bermanfaat lagi, lagi, dan lagi. Sebab itu pula, dalam jiwa Abdu muncul lagi semangat baru untuk meneruskan niat pertamanya; yakni dikenal dunia.