Ajarkanlah anak-anakmu sastra, agar jiwa-jiwa mereka hidup. (Umar bin Khatab)
Akhir-akhir ini di lembaga pendidikan digalakkan spirit membangun karakter peserta didik. Melalui kurikulum, lebih khusus dalam analisis Kompetensi Dasar dan Indikator Pembelajaran, selalu duhubungkan dengan proyeksi pengembangan karakter. Karakter telah menjadi tujuan kurikulum agar peserta didik menjadi generasi patriotik.
Secara umum, karakter merupakan sikap dan etika yang harus dijadikan keseharian dalam berkehidupan sosial. Etika atau akhlak oleh Rasulullah dipandang sebagai persoalan yang urgen (penting). Maka, di dalam sebuah hadits Nabi Muhammad bersabda, “Innama bu’itstu liutammima makaarimal akhlak; sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan (memperbaiki) akhlak yang mulia.” ( Disahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihnya Nomor 45).
Sementara, menurut Umar bin Khatab, salah satu bentuk ikhtiar dalam membangun karakter adalah mengajarkan sastra. Karena, di dalam karya sastra terdapat nilai-nilai religius yang dapat dijadikan pengajaran terhadap anak didik. Sehingga, dengan sastra kita dapat membentuk karakter peserta didik dengan estetika dan ajaran agama serta dapat menjadikan jiwa halus, lembut, dan mudah menerima realita kebenaran.
Sastra dan Pengertiannya
Dalam sebuah bukunya, Metode Pengajaran Sastra, B Rahmanto menjelaskan bahwa seseorang yang telah banyak mendalami berbagai karya sastra, biasanya mempunyai perasaan yang lebih peka untuk menunjuk hal mana yang bernilai (berguna) dan mana yang tidak bernilai (Rahmanto, 1988:25).
Sastra jika dipahami dengan sebaik-baiknya akan berdampak positif. Memberikan nilai-guna dan berdaya magis untuk perkembangan kognitif seseorang.
Senada dengan Rahmanto, Gamal Tabroni juga menjelaskan bahwa sastra adalah ungkapan ekspresi manusia berupa karya tulis atau lisan berdasarkan pemikiran, pendapat, pengalaman, hingga ke perasaan dalam bentuk imajinatif, cerminan kenyataan (data asli) yang dibalut dalam kemasan estetis melalui media bahasa.
Karya sastra memiliki spirit dan nilai religi jika dibangun atas asas kepedulian terhadap nilai itu sendiri. Artinya, karya sastra tidak akan memberikan efek positif seandainya nilai religi yang ada di dalamnya diabaikan dan terabaikan.