SECANGKIR KOPI EMAK
Mak, di cangkir kopimu kutemukan telaga
Membuatku candu, lalu tergoda
Kopi yang selalu mengetuk subuh
Dan menjelma rindu ketika kita jauh
Aku tak pernah lupa oleh kopimu
Selalu larut dalam hitamnya saban waktu
Di dada, pahit manis lantas berdebur
Namun kopimu selalu mengajakku bersyukur
Di secangkir hitam itu kujumpai puisi
Terasa nikmat mencumbui hati
Kata-kata itu tampak tenang
Dalam hitamnya yang arang
Mak, terima kasih atas kopimu
Tempat merebah jiwaku yang biru
Gapura, 30 Juli 2021.
MENGANTARMU KE PERISTIRAHATAN
Hati ini sebenarnya berat berbatu
Menyebut di keranda itu adalah dirimu
Walau tetap memasang wajah getir
Kuajari tangis senantiasa berdamai dengan takdir
Tanah lembab sehabis hujan
Pipi basah setelah tangisan
Dengung tahlil mengiringi setiap tapak kaki
Mengetuk rongga dada yang sunyi
Lantas wajah senjamu makin kuingat
Di benak, kau begitu pekat
Sepanjang jalan menuju abadi
Zikir menuntun jariku memetik tasbih
Merangkai harap dengan doa
Agar jiwamu direstui semesta
Kusiapkan rasa ikhlas untuk dirapal
Hingga diri tak lagi dihujam sesal
Meski sesekali lamunan berkata
Ragamu masih tetap sama
Tenonan, 21 Juli 2021.
MENGINGAT EPPAK
Setelah tujuh tangisan menjadi layu
Hati dibesuk tetap saja berbatu
Di hilirnya, rindu semakin perih
Membasahi hati dengan tangis lirih
Luka larat masih belum reda
Mijil kemarin tak kunjung senja
Meski hujan menjelma kenangan
Hingga kemarau di pipi berjatuhan
Berapa rintih lagi yang harus kutata
Perlahan makin memekik luka saja
Ubun-ubun semakin pengap dengan rindu
Dada kerontang, jiwa tertegun sayu
Gapura, 30 Juli 2021.