Tak terukur kasih sayangmu
Tak terhitung berapa pengorbananmu
&,,,
Tak kau peduli akan seberapa banyak balas budi kami berikan padamu
Ibu
#SelamatHariIbu
Begitu cuitan Andin di twitter hari ini. Tak berapa lama kemudian cuitan itu mendapat tiga belas like, sebenarnya empat belas like, akan tetapi satu di antaranya dianulir entah oleh sebab apa. Mungkin karena tak sengaja kepencet tadi, dan si empunya tak rela jika like-nya terbuang sia-sia. Tapi sungguhpun begitu, Andin tak perlu menganulir rasa bahagia yang menghampiri relung hatinya lantaran mendapat like dan komentar dari sang pujaan hati.
“Selamat hari calon ibu,” begitu komentar lelaki pujaan itu.
“Kok calon?” balasnya kemudian.
“Kan belum punya anak?” lelaki itu kembali membalas komentar.
“Kan belum buat?” pikir Andin. Alih-alih membalas begitu, ia akhirnya cuma memberi emoticon tertawa di kolom balasan.
Setelah kolom komentar di cuitannya kembali sepi, Andin berselancar scroll-up dan scroll-down mengamati cuitan tentang hari ibu yang berseliweran sepanjang hari sambil rebahan di amben. Salah satu cuitan yang membuat Andin tergugah adalah pesan salah seorang netizen. “Kau sibuk mengucap SELAMAT HARI IBU di semua akun medsosmu, padahal kau tahu ibumu tak punya HP dan setiap hari tangannya tak pernah lepas dari pisau dapur serta sabit.
Bangunlah woy! Kau terlahir di dunia nyata, bukan di dunia maya!”
Andin seketika bangun dari pembaringan. Matanya mengerjap. Lalu dilihatnya Sang Ibu tengah mengasah sabit di sebelah kandang kambing. Gadis itu lantas berjalan menghampirinya.
“Mak,” tukasnya lirih.
Perempuan yang melahirkannya itu seketika menghentikan aktivitasnya.
“Apa? Paketan data habis lagi buat ngirim tugas-tugas sekolahmu?”
Andin menggeleng tegas. Ibunya tertegun dengan pikiran menerka-nerka.
“Mak, hari ini adalah hari ibu. Andin barusan buat status ucapan hari ibu di medsos. Tapi sekarang Andin baru sadar bahwa Mak tak akan pernah membaca dan mempedulikan pada apa yang ada di medsos itu karena Mak tak punya HP.”
Ibunya mengernyitkan dahi.
“Untuk itulah Mak, Andin ingin mengucapkan selamat Hari Ibu. Terima kasih untuk seluruh cinta kasihmu selama ini, Mak. Selamat hari ibu ya, Mak,” Andin berkata dengan penuh penghayatan.
Ibunya mengambil napas dalam-dalam.
“Apakah Andin sayang Mak?” tanya ibunya.
“Tentu saja, Mak,” ucap Andin seraya mengangguk penuh keyakinan.
“Sayang itu butuh bukti, Nduk.”
“Apa buktinya, Mak?
“Pengorbanan. Mak tak butuh ucapan-ucapan mbelgedhes itu, Nduk. Yang mak butuh cuma bukti, Kamu bisa membuktikannya?”
“Tentu saja,” jawab Andin cepat.
“Makmu ini dapat kerjaan buruh nanam padi di rumah Pak Mangir esok pagi. Besok ikut ibu nanam padi ya?”
Andin menelan ludah hingga terdengar suaranya. Dia tak mengangguk atau menggelengkan kepala. Namun gadis itu masih siap mendengar lanjutan ucapan maknya.
“Itu saja, Mak?” tantangnya.
“Cucikan baju bapak dan adik-adikmu serta bersihkan rumah dan teras belakang.”
Andin terperangah mendapat tugas tambahan dari ibunya itu. Tapi demi hari ibu, tak apalah, desisnya dalam hati.
“ Siap ya kerjakan itu semua Ndin? Mak mau ambil sembako bantuan dulu di rumah Pak Karsono. Terima kasih anakku. Mak berangkat dulu.”
Andin termangu memahami apa yang barusan didengarnya dari mulut Sang Ibu. Kehidupan nyata ternyata lebih keras daripada ucapan-ucapan sarkas para netizen di dunia maya yang tiap detik diikutinya.
“Oh iya, Ndin. Carikan rumput buat kambingnya sekalian ya…”
Tiba-tiba Andin ingin segera kembali ke dunia maya yang kini sudah menjadi dunia nyata baginya.
“Siap Mak!” tulis Andin beberapa detik kemudian di dinding medsos sembari rebahan.