“Selfie” Santri Tempo Dulu…

147 views

Bertemu secara sengaja atau tidak dengan teman-teman alumni pondok setelah bertahun-tahun tidak bersua, merupakan suatu hal yang fantastis, spektakuler, dan sangat menggembirakan (excited). Karena, bersama teman-teman “seperjuangan” inilah kami bisa mengenang kembali masa-masa sulit saat di pondok dalam hampir semua hal, mulai dari yang sangat urgen sampai tetek bengek tentang pahit manis kehidupan di pondok.

Cerita-cerita masa lalu dengan sendirinya akan mengalir deras dari mulut-mulut kami diiringi suara tawa yang membahana. Apalagi mengenang hal-hal yang bersifat jenaka dan juga memalukan.

Advertisements

Beberapa hari lalu dalam sebuah momen, penulis bertemu dengan dua orang teman akrab dan bahkan sekamar bernama Zahrah Tamamah dan Fatiya. Layaknya orang-orang yang hidup di zaman digital saat ini, secara refleks kami pun berfoto-foto ria dengan gaya anak-anak muda atau remaja seperti dahulu kala.  

Cekrek, cekrek, cekrek! Masing-masing dari kami memegang kamera handphone sendiri-sendiri lalu berfoto-foto selfie dan narsis pun berjalan dengan mulus, tanpa kendala apa pun. Berbagai macam gaya yang eksentrik dan pose yang njelimet dari berbagai angle pun kami lakukan sesuai dengan selera kami masing-masing. Seolah mengqada masa lalu yang jarang sekali kami melakukannya.

Berbekal kamera smartphone, kami bertiga mengabadikan foto-foto selfie dan narsis kami itu dengan sebanyak-banyaknya dan sepuasnya tanpa merasa takut kehilangan biaya maupun berbayar seperti yang dahulu kami alami. Foto-foto yang sekiranya tidak sesuai selera, kami delete dengan seenaknya. Atau kami edit sendiri layaknya kameraman, sehingga menjadi lebih kelihatan glowing dan hasil foto lebih cerah dan bagus seperti di studio cetak foto tahun 1990-an akhir sampai tahun 2000-an awal. Atau lebih tepatnya saat kami berseragam putih dongker sampai putih abu-abu (MTs-MA) di Pondok Pesantren Annuqayah Sumenep.

Setelah kami bertiga puas dengan ber-foto-foto selfie dan narsistik, kami pun teringat saat masa–masa dahulu, di kala kami masih remaja dan mengalami masa-masa pubertas, kerap bersemangat sekali untuk mengabadikan wajah-wajah polos kami pada suatu momen penting seperti ulang tahun, acara khitobah, atau hanya just for fun belaka.  “Santri juga mengalami pubertas,” itu kalimat yang muncul dari mulut kami saat mengenang hal itu, lalu diiringi tawa menggelegar.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan