Gemuruh kegembiraan Peringatan Hari Santri Nasional begitu semarak dirayakan di berbagai tempat. Sejak 2015, tanggal 22 Oktober memang resmi diperingati sebagai hari santri. Penetapannya dilakukan melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015.
Ada beberapa pertimbangan mengapa hari santri kemudian diperingati. Pertama, ulama dan santri berkontribusi besar dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kedua, mengenang serta meneladani ulama dan santri dalam membela, mempertahankan, dan berkontribusi untuk pembangunan bangsa. Ketiga, sebagai pengingat, bahwa pada tanggal tersebut resolusi jihad dikumandangkan oleh para ulama sebagai bentuk perlawanan terhadap agresi militer Belanda.
Dengan torehan sejarah tersebut, tentu saja jejak langkah pesantren dalam mendidik anak bangsa tak usah diragukan. Latif (2013) mencatat, hingga paro pertama abad ke-19 sekolah-sekolah Islam tradisional mampu berperan sebagai institusi-institusi pendidikan yang utama di Hindia Belanda. Juga, catatan dari Steenbrink, pada tahun 1873 merujuk pada laporan Kantor Inspeksi Pendidikan Pribumi (didirikan J.A. van der Chijs), jumlah pesantren ketika itu sekitar 20.000-25.000 dengan santri sekitar 300.000 orang.
Beberapa pesantren yang didirikan pada era tersebut masih eksis hingga saat ini. Pesantren Tremas di Pacitan (1823), Pesantren Jampes dan Bendo di Kediri dan Pelangitan di Babat (1855), Pesantren Teglasari di Semarang (1870), Pesantren Tebuireng di Jombang (1899) (Soekardi, 1979; Dhofier, 1982 dalam Latif, 2013).
Di masa itu, para santri dan kiai merupakan agen penting perlawanan bagi pemerintah kolonial. Seruan hubbul wathon minal iman menjadi penguat bagi para santri untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Para santri yang lahir dari rahim pesantren, memang dididik dengan teladan terbaik para ulama atau para pewaris nabi yang mengedepankan uswatun hasanah. Mereka digembleng melalui disiplin tinggi dalam sistem pendidikan pesantren. Disiapkan untuk menjadi sosok terbaik yang mampu bermanfaat sesuai hadits Rasullah, khoirunnas anfauhum linnas —sebaiknya manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi sesamanya.
Sebab itu, pijakan pendidikan pesantren selalu berorientasi pada kemaslahatan umat dan kebaikan semesta. Karena itu pesantren berfokus pada penempaan diri para santri menjadi sebaik-baiknya manusia penebar kasih bagi sesamanya.