Pada mulanya adalah sebuah kehamilan biasa.
***
“Mas, aku hamil. Sudah dua pekan lalu mestinya aku menstruasi,” katamu pada suatu sore. Aku cuma tersenyum.
Usai mengguyur tubuhku di kamar mandi, kamu yang masih sibuk di dapur, kubopong menuju ke kamar tidur. Kamu tersenyum, matamu berbinar, dan menggeliat manja dalam gendonganku. Lalu kutelentangkan tubuhmu di kasur. Pelan-pelan kusingkap dastermu, dari bawah ke atas, sampai melewati pusar. Sorot matamu menduga aku sedang berahi. Tidak. Aku cuma ingin mencium perutmu. Pelan-pelan, pelan sekali, kusentuhkan bibirku pada perutmu yang putih bersih. Lalu sentuhan bibir itu kuberi tekanan hingga pucuk hidungku juga menyentuh perutmu. Pelan-pelan, dengan gerakan yang khusyuk, aku memutar bibirku tiga kali mengitari pusarmu, berlawanan dengan arah jarum jam. Setelah itu aku mengecup pusarmu. Sekali.
Kamu masih diam dengan sorot mata penuh duga bahwa aku sedang berahi. Lalu, telapak tanganku yang kanan mengusap perutmu, berputar tiga kali mengitari pusarmu, juga berlawanan dengan arah jarum jam. Telapak tanganku berhenti menutup pusarmu, aku mengecup keningmu sambil berbisik, “Bayi kita laki-laki.”
“Ah, kamu sok tahu, Mas.”
Aku cuma tersenyum. Kamu tak pernah tahu, bahwa untuk mengetahui jenis kelamin bayi yang ada dalam kandunganmu, aku tak membutuhkan teknologi. (Tapi aku juga tidak tahu kenapa aku bisa tahu. Bayi kita yang lahir dua bulan lebih awal itu ternyata memang laki-laki. Dan, ketika empat tahun kemudian tanpa kita sengaja kamu hamil lagi, setelah mencium dan mengusap perutmu, sambil mengecup keningmu aku berbisik, “Bayi kita kini perempuan.” Seperti pada kehamilanmu yang pertama, kamu juga mengabaikannya, “Ah, kamu sok tahu, Mas!” Akhirnya ia lahir dengan raut muka yang lebih cantik dari yang kubayangkan.) Kukira itu bukan sebuah keajaiban, bukan sebuah kesaktian, juga bukan sebuah kebetulan. Karena anak-anak kita adalah buah hati kita, maka untuk bisa mengenalinya, kemudian menyapanya, aku kira cuma dibutuhkan sebuah intuisi, sebuah titik sambung di antara hati kita.