… “Di bangsa anjing, kami diajarkan untuk selalu setia dan mengharamkan pengkhianatan. Dalam kitab suci kami, kami dilarang mencuri atau korupsi, bahkan kami dilarang untuk menjadi pemabuk.” …
Begitulah kelakar seekor anjing kala ia diselamatkan oleh Sani dalam cerpen Kitab Suci Para Anjing. Buku kumpulan cerpen yang bertajuk Kitab Suci Para Anjing ini ditulis oleh sahabat peresensi, Anas S Malo (setelahnya akan disebut Kang Anas). Buku ini merupakan kumpulan cerpen kedua yang berhasil dihimpun oleh Kang Anas.
Sebelumnya, Kang Anas sudah menggebrak jagat perbukuan dengan kumpulan cerpen yang bertajuk Si Penembak Jitu (2020, Belibis Pustaka). Pengujung 2023 menjadi kali kedua Kang Anas menunjukkan “gonggongan” liarnya kembali untuk menghimpun karyanya.
Membaca judul buku, masing-masing kepala akan bertanya, mengapa disematkan kata “anjing” di situ? Padahal, dalam agama Islam, anjing dipandang sebagai hewan yang buruk; diharamkan. Siapa pun yang bersentuhan dengan anjing, maka ia menanggung hadas besar dan harus mensucikan diri.
Namun, di sini Kang Anas hendak menyiratkan sebuah makna bahwa apa yang dipandang buruk oleh manusia, belum tentu buruk bagi Tuhan. Toh di sisi lain, semua akan sepakat bahwa anjing merupakan hewan yang paling setia dengan majikannya.
Sedikit cerita, ada kisah nyata dari daratan Jepang. Pada sekitaran 1925, seorang profesor Universitas Tokyo memiliki anjing yang ia beri nama Hachiko. Kala sang profesor berangkat mengajar, ia akan menaiki kereta di stasiun Shibuya. Hachiko pun mengikuti tuannya, dan akan menunggunya hingga pulang.
Hal itu terjadi terus berulang-ulang, hingga pada akhirnya saat sang profesor berangkat, tetiba ia terkena stroke (?) di kampusnya, lalu meninggal dunia. Hachiko pun menunggu kepulangan sang profesor setiap hari. Konon, hingga 10 tahun Hachiko setiap hari menunggu majikannya itu di stasiun. Hingga pada akhirnya Hachiko meninggal di sekitar stasiun Shibuya karena tak tahu jika sang majikan telah dulu meninggalkannya.