Dalam situasi kehidupan yang serba cepat ini, transformasi digital sudah merajai kaum milenial, terkhusus juga bagi kaum santri. Tak hanya kaum milenial yang jadi raja. Lebih dari itu, para generasi Z juga akan mempersiapkan diri menjadi bos muda untuk adik-adiknya generasi Alpha. Tulisan ini berawal dari perasaan iseng saya sehabis datang dari rapat; saya tiduran, saya santai untuk sedikit mengeluarkan unek-unek saya yang ada di dalam tempurung kepala.
Ada beberapa sejarah menarik yang saya pikir ini mudah dirasakan kenikmatannya di dalam menganalogikan konteks zaman digital ini. Karena zaman globalisasi ini sudah tidak bisa diubah oleh kita. Waktu sudah berlalu dan masa lalu tidak bisa diulang. Ini menjadi alasan saya menulis esai ini.
Saya teringat betul pada saat kisaran umur 20-23 tahun. Saya sudah tidak lagi suka nonton TV, karena pada saat itu sedang gencar-gencarnya game strategi COC (Clash Of Clans). Selain game tersebut gencar, lebih dari itu juga, kebiasaan-kebiasaan itu muncul dikarenakan berawal dari pola pikir saya yang tidak lagi fokus pada TV saja, melainkan lebih fokus pada tayangan frekuensi yang lebih memajukan paradigma saya ke masa depan. Katakanlah pada saat itu penulis esai ini berusaha selektif di dalam mencari informasi mana yang membangun karakter.
Apa saja tontonan yang cukup menghibur diri saya pada saat itu, kalau tidak nonton berita ya nonton bola, kalau tidak nonton komedi yang nonton MotoGP, alih-alih juga nonton tayangan-tayangan edukatif yang di dalamnya menyajikan acara debat diskusi.
Disadari atau tidak, bahwa era 5.0 ini sangat cepat menyalip pola pikir kita dari segala arah perubahan-perubahan yang baru, karena hampir beberapa bulan belakangan ini dari mereka-mereka para pelajar (santri), atau bahkan saya sendiri secara pribadi merasakan bahwa kehidupan sudah tidak nyaman ketika koordinasi dengan teman tidak menghubungi via WhatsApp. Kenapa terjadi?
Okelah WhatsApp, lebih miris lagi bahkan dari mereka-mereka dan saya juga merasakan persis seperti apa yang saya rasakan saat ini, malah kurang pas ketika menghubungi teman tidak menggunakan video call. Ini sering sekali dikaitkan dengan teori ketergantungan kita sebagai anak muda generasi gadget.
Terima kasih dunia santri, semoga tetap jaya