HARI PEMBALASAN
“Bilamana hari itu datang semua saling melupakan,
saling meninggalkan, saling meregang, saling tegang.”

Saat matanya terbuka
ia merasakan udara dan kulitnya
menari-nari dengan irama pop dansa
“Apakah ini mimpi?”
Tubuhnya mencoba berdiri
tangannya meraba wajah
leher, dada, perut, dan pusat semesta
ia pastikan kini bukan mimpi
kakinya mencari jalan keluar
menuju arah keyakinan
jejak-jejak lebih dulu berlari
pergi melangkah sendiri
Di depan pintu tak bercelah
Ia menangkap paduan pekik
tangis dan jerit mengemis
bersahutan tak habis-habis
ia terkejut, ingin menolong
tapi wajahnya kosong
sebenarnya ia sedang
di hari itu: hari pembalasan.
Tulungagung, 2021.
SULUK
:Makam Pangeran Benowo
Tengah malam
bulan matang
menuntunku dan sepi
ke puncak damai
Pohon-pohon menjulang
anak tangga berpelukan
jerit binatang
membuka gerbang
Persinggahan pangeran
pengembara zaman
penyempurna serpihan
peradaban kehidupan
Di atas makam
bulan terang
menyalakan keheningan
perjamuan bersama Tuhan
Tulungagung, 2021.
TAREKAT
Kuikuti bayang-bayang yang lebih dulu berjalan,
ke tempat matahari tenggelam.
Kulewati beragam latar dan keadaan
tubuhku tertutup zaman
di tengah alur yang hidup dan kehidupan.
Kutemui malam menyimpan kesepian;
gedung-gedung, warung-warung, kantor-kantor,
pabrik-pabrik dan rumah-rumah di pelosok gang.
Kulihat lampu-lampu gigih gagah berdiri terang
dan tegang di perempatan menghangatkan
kucing yang limbung kedinginan.
“Umpama aku punya selimut selamat,
kan kunenangkan padamu sahabat
agar terjaga dari kenangan dan keinginan.
Oh sayang, aku hanya punya doa dan kasihan.”
Di ujung jalan, tak ada lalu lalang
Pada judul “HARI PEMBALASAN” mengingatkan pada betapa dahsyatnya alam mahsyar.
Seakan merayakan kemesraan dan keheningan, berama terang rembulan, dendang kemesraan malam lalu menari bersama Tuhan.