Mencermati dinamika sosial politik bangsa Indonesia akhir-akhir ini, di mana marak caci maki dan ujaran kebencian, ada baiknya kita menengok kembali konsep ukhuwah yang digagas al-Maghfurlah KH Achmad Shiddiq, Rais Aam Pengurus Besas Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 1984-1991.
Saat masih menjadi Rais Aam PBNU, saat berlangsung Musyawarah Nasional (Munas) NU di Pondok Pesantren Ihya’ Ulumuddin Kesugihan Cilacap Jawa Tengah pada 1987, KH Achmad Shiddiq menyampaikan pidato dengan makalah yang berjudul “Ukhuwwah Islamiyyah dan Kesatuan Nasional: Bagaimana Memahami dan Menerapkannya.”
Saat itu KH Achmad Shiddiq memperkenal tiga istilah ukhuwah, yang kemudian disebut trilogi ukhuwah: ukhuwah islamiyyah (persaudaraan sesama muslim), ukhuwah insaniyyah atau basyariyyah (persaudaraan sesama manusia), dan ukhuwah wathaniyyah (persaudaraan sesama anak bangsa).
Istilah ukhuwah sendiri berasal dari Bahasa Arab yang arti dasarnya adalah “memperhatikan”, namun juga bisa berarti “persaudaraan”. Ini juga berarti bahwa ukhuwah, atau persaudaraan, memerlukan laku perhatian —saling memberi perhatian.
Dalam trilogi ukhuwah yang diperkenalkan KH Achmad Shiddiq, dimaksudkan untuk menjadi fondasi bangunan relasi masyarakat Indonesia yang memang majemuk. Ukhuwah islamiyyah sebagai fondasi persaudaraan untuk sesama muslim; ukhuwah insaniyyah atau basyariyyah sebagai fondasi persaudaraan untuk sesama manusia; dan ukhuwah wathaniyyah sebagai fondasi persaudaraan untuk sesama anak bangsa Indonesia.
Tiap-tiap ukhuwah tersebut memiliki dalil yang kuat dalam Islam. Untuk persaudaraan sesama muslim (ukhuwah islamiyyah), misalnya, ada hadits yang mendasarinya. Imam Muslim meriwayatkan suatu hadits dari sahabat Nu’man Ibn Bashir, Rasul bersabda: “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, saling mengasihi, dan saling menyayangi adalah bagaikan satu jasad; jika salah satu anggotanya merasa sakit, maka seluruh jasad juga merasakan (penderitaannya) dengan tidak bisa tidur dan merasa panas.”
Pada hadits itu, Rasulullah menggambarkan persaudaraan sesama muslim itu bagaikan satu jasad. Bahkan, pada hadits riwayat Abu Musa, Rasul menggambarkan persaudaraan itu bagaikan sebuah bangunan yang saling menguatkan satu sama lain. Kedua hadits tersebut secara tegas menjelaskan bagaimana pentingnya persaudaraan antara sesama muslim yang menjadikan kewajiban sebagian yang lain untuk mendorong rasa saling mengasihi, menyayangi, serta menolong hal selain kepada keburukan.
Untuk persaudaraan sesama manusia (ukhuwah insaniyyah atau basyariyyah), bisa didasarkan pada kitab Imam Bukhori dalam Bab Rahmat al-Nas wa al-Baha’im. Pada bab tersebut, Imam Bukhori mengawali dengan hadits riwayat Abu Hurairah yang menjelaskan apresiasi Nabi kepada orang yang menyayangi binatang yang kehausan, dengan sabdanya: “Ya pada setiap hati yang basah terdapat pahala,” setelah beliau ditanya: “Ya Rasul Allah, apakah kami mendapatkan pahala dari mengasihi binatang?”
Dan pada akhir bab disebutkan dalam hadits Jarir Ibn ‘Abd Allah, dari Nabi bersabda, “Man La Yarham La Yurham.” Artinya, barang siapa tidak mengasihi, maka tidak dikasihi.” Selain mengasihi manusia dan binatang, Nabi juga menjelaskan bahwa dua orang yang saling mencintai karena Allah, sebagai sebuah cinta yang tulus, akan mendapat perlindungan di hari kiamat.
Sementara itu, fondasi persaudaraan untuk sesama anak bangsa (ukhuwah wathaniyyah) didasarkan pada al-Quran, surat Al-Maidah ayat 48, yang artinya: “Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” Bahkan, Piagam Madinah yang dirumuskan oleh Nabi saat memimpin Madinah juga mencerminkan soal ukhuwah wathaniyah ini.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa menjalin dan membangun persaudaraan, ukhuwah, itu wajib dilakukan tidak terbatas hanya dengan dan antar-sesama muslim. Melainkan juga dengan sesama manusia atau makhluk lain, baik muslim maupun nonmuslim. Menjalin dan membangun persaudaraan, ukhuwah, juga wajib dilakukan demi utuhnya sebuah negara bangsa. Yang islami bukan hanya yang ukhuwah islamiyah, tapi juga semuanya.
Dengan adanya ukhuwah yang menyeluruh, baik itu ukhuwah islamiyah, ukhuwah basyariah, maupun ukhuwah wathoniyah, dapat menjadikan kehidupan seseorang menjadi lebih kuat dengan saling bantu-membantu. Jika ajaran ini diterapkan, maka bangunan sosial kemasyarakan dan kebangsaan akan menjadi lebih baik.
One Reply to “Ukhuwah, Dalil dan Penerapannya”