Wali Songo dan Jejaring Penyebaran Islam di Nusantara

285 kali dibaca

Kebanyakan orang lebih familiar dengan cerita keramat Sunan Kalijaga yang menjaga tongkat Sunan Bonang. Sementara, jarang ada yang ingin memahami relasi jaringan keulamaan keduanya.

Kondisi itu tidak lepas karena Wali Songo memang lebih sering dikenang sebagai sosok keramat, dan jarang didiskusikan sebagai fakta sejarah terkait jaringan ulama Nusantara. Kita jadi amat akrab dengan kekeramatan Wali Songo, namun belum tentu memahami sejauh apa kiprah jaringan ulama ini dalam dakwah Islam di Nusantara.

Advertisements

Terbentuknya Jaringan Wali Songo

Ada banyak sosok yang diyakini oleh masyarakat dan dicatat dalam berbagai sumber sebagai Wali Songo. Jika kita membaca buku-buku tentang Wali Songo, kita akan menemukan banyak versi siapa saja Wali Songo itu. Maka, sebagai fokus penulisan artikel ini, saya menyajikan versi Atlas Wali Songo. 

Jika kita mencermati sub-pembahasan pada Bab Tokoh-tokoh Wali Songo, dalam buku Atlas Wali Songo, maka dapat disimpulkan kalau dalam pandangan Agus Sunyoto, sembilan wali itu adalah Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Gunung Jati, Sunan Drajat, Syekh Siti Jenar, Sunan Kudus, dan Sunan Muria.

Kenapa Raden Patah yang juga dibahas sebagai satu sub-pembahasan pada bab tersebut tidak masuk kategori Wali Songo? Hal ini berdasarkan penjelasan Sunyoto sendiri, bahwa Raden Patah bukan termasuk Wali Songo. Namun, ia masih bagian dari jaringan ulama ini sebagai Wali Nukbah; wali yang belakangan atau yang melanjutkan dakwah Wali Songo.

Jadi, kalau mengacu pada Atlas Wali Songo adalah Sunan Ampel sebagai Wali Songo tertua. Hal ini juga sejalan dengan kitab Walisana dan Babad Tanah Jawi, yang mana dari nama-nama wali yang disebut kedua sumber itu, adalah Sunan Ampel sebagai Wali Songo tertua.

Pandangan ini tidak berarti mengatakan bahwa Sunan Ampel sebagai sosok wali yang pertama hadir di Jawa. Sebab, sebelum kedatangannya, atau sebelum era Wali Songo, sudah banyak wali yang datang di Jawa. Bahkan, di antara mereka juga ada yang masyarakat sebut sebagai Wali Songo, seperti Syekh Maulana Malik Ibrahim, Syekh Jumadil Kubra, dan Syekh Maulana Maghribi. Ada lagi sosok Syekh Ibrahim Samarkandi, Syekh Subakir al-Farsi, dan yang lebih tua lagi abad 11 M ada Fatimah binti Maimun.

Kembali pada pembahasan jaringan Wali Songo, di mana Sunan Ampel sebagai wali yang tertua, atau dapat dikatakan sebagai permulaan jaringan ulama ini. Mengingat kedatangan Sunan Ampel di tanah Jawa terjadi pada pertengahan abad 15 M, sebelum tahun 1446 M, maka terbentuknya jaringan Wali Songo adalah mulai pada pertengahan abad ini.

Gerakan dakwah Sunan Ampel dengan mendirikan pesantren menjadi satu jalan munculnya jaringan Wali Songo. Melalui pesantrennya, ia mendidik kader-kader ulama yang kemudian menyebar mendakwahkan Islam. Di antara santri Sunan Ampel yang menjadi Wali Songo adalah Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, dan Sunan Gunung Jati.

Dalam perjalanan dakwahnya, Sunan Bonang memiliki murid yang bernama Sunan Kalijaga. Dan, Sunan Kalijaga memiliki anak yang dikenal sebagai Sunan Muria. Adapun keterhubungan jaringan ulama Sunan Kudus dalam Wali Songo, salah satunya, adalah ia merupakan kerabat dekat Sunan Ampel. Beberapa sumber menyebut Sunan Kudus sebagai cucu Sunan Ampel, dan juga cucu Ali Murtadho (kakak Sunan Ampel).

Jadi para wali yang merupakan Wali Songo memiliki ikatan ulama dalam jaringan, baik berdasarkan sanad keilmuan maupun nasab kekerabatan.

Bagaimana dengan Syekh Siti Jenar?

Sejauh yang saya ketahui, Syekh Siti Jenar adalah Wali Songo yang bukan murid Sunan Ampel, dan bukan pula murid dari Wali Songo yang lain. Secara nasab kekerabatan, ia juga tidak punya hubungan dekat dengan Wali Songo yang lain. Satu-satunya relasi Syekh Siti Jenar dalam jaringan Wali Songo, yang saya dapati, adalah ia merupakan teman dekat dari Sunan Kalijaga. Relasi dengan Sunan Kalijaga yang membuat Syekh Siti Jenar masuk dalam jaringan Wali Songo.

Jejaring Ampel dan Penyebaran Islam

Wali Songo bukan yang pertama menyebarkan Islam di tanah Jawa, terlebih Nusantara. Sebelum kehadiran Sunan Ampel, sudah ada wali atau ulama penyebar Islam yang datang di Jawa. Beberapa nama sudah saya sebutkan pada pembahasan sebelumnya. Selain itu, di Sumatera, sebelum era Wali Songo, Islam juga sudah menyebar, bahkan telah ada kerajaan Islam seperti Samudera Pasai.

Meski Wali Songo bukan yang pertama menyebarkan Islam, namun kita tidak dapat memungkiri bahwa jaringan ulama ini yang sukses mengislamkan tanah Jawa. Islamisasi yang stagnan selama berabad-abad menjadi sangat berkembang dengan hadirnya Wali Songo. Kekuatan Wali Songo dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa, setidaknya berporos pada jaringan santri Pesantren Ampel dan jaringan kekerabatan yang dibentuk oleh Sunan Ampel.

Santri-santri Ampel, setelah selesai masa pendidikan, menyebar ke berbagai daerah di pulau Jawa. Di mana mereka berpijak, di situ mereka mendakwahkan Islam. Tentu yang menyebar itu tidak hanya Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, dan Sunan Gunung Jati sebagai bagian inti Wali Songo, melainkan juga banyak wali yang lain. Dan, pada proses lebih lanjut, muncul wali-wali lain yang merupakan santri dari alumni Ampel. Sehingga, jejaring Ampel menjadi makin besar dan menjangkau lebih banyak daerah di Jawa.

Dalam pergerakan jaringan Sunan Ampel itu, kita tidak bisa meremehkan jaringan kekerabatan yang ia bangun. Seperti, jaringan kekerabatan melalui Nyai Ageng Maloko dengan penguasa Lasem. Ini membuka ruang dakwah Sunan Bonang di daerah Lasem sekitarnya. Jadi, jaringan kekerabatan yang dibangun oleh Sunan Ampel dengan para bangsawan Jawa, pada gilirannya memberi privilese tersendiri kepada santri-santri Ampel dalam menyebarkan Islam.

Kekuatan jejaring Ampel yang besar itu didukung dengan strategi dakwah yang baik. Dakwah Wali Songo yang dilakukan dengan memanfaatkan, bukan menghantam, budaya ternyata mudah diterima oleh masyarakat Jawa. Seperti upaya Sunan Kalijaga yang memanfaatkan wayang sebagai media dakwah, itu ampuh untuk mengenalkan Islam dalam masyarakat akar rumput.

Dakwah melalui pengembangan budaya terbilang menjadi gerakan khas para wali. Tidak mengherankan, sebab para wali memiliki hubungan jaringan ulama, sehingga wajar jika ada keselarasan gerakan dakwah di antara mereka. Dalam jejaring Ampel ini dapat digambarkan; Sunan Bonang berdakwah melalui jalur budaya. Muridnya, Sunan Kalijaga, juga memanfaatkan budaya sebagai media dakwah. Dan, gaya dakwah ini juga diteruskan oleh Sunan Muria yang merupakan anak Sunan Kalijaga.

Jejaring Giri dan Penyebaran Islam hingga ke Luar Jawa

Salah satu murid Sunan Ampel, yaitu Sunan Giri, mendirikan pesantren di Giri. Pesantren ini juga menjadi tempat pendidikan kader-kader pendakwah Islam jaringan Wali Songo. Jika basis jaringan Wali Songo di tanah Jawa umumnya berasal dari Pesantren Ampel, maka penyebaran Islam di luar tanah Jawa banyak dilakukan oleh santri dari Pesantren Giri.

Pandangan itu sejalan dengan Sunyoto, dalam Atlas Wali Songo, yang menjelaskan bahwa santri-santri Sunan Giri berasal dari berbagai daerah di Nusantara. Hal ini menjadikan dakwah jejaring Sunan Giri mampu mencapai daerah Banjar, Martapura, Pasir, dan Kutai di Kalimantan, Buton dan Gowa di Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara, hingga Kepulauan Maluku.

Salah seorang santri di Pesantren Giri yang menyebarkan Islam di luar tanah Jawa adalah Datuk Ri Bandang. Ia merupakan ulama asal Minangkabau yang belajar di Giri. Dalam buku Jaringan Ulama dan Islamisasi Indonesia Timur, karya Hilful Fudhul Sirajuddin Jaffar, kita dapat membaca peran Datuk Ri Bandang dalam menyebarkan Islam di Makassar (Sulawesi), Bima (Nusa Tenggara), dan Kutai (Kalimantan). Salah satu jasa besar santri Giri ini adalah mengislamkan Sultan Alauddin yang merupakan Raja Gowa.

Tidak hanya Datuk Ri Bandang, Hilful juga menjelaskan kalau Sunan Prapen, yang merupakan cucu Sunan Giri, adalah pemimpin para pendakwah dari Jawa yang menyebarkan Islam di Sumbawa dan Bima. Dijelaskan bahwa, ia mampu mengambil hati orang-orang, sehingga pengikutnya banyak yang berasal dari daerah tersebut.

Ada lagi santri Pesantren Giri, yaitu Zainal Abidin yang merupakan Sultan Ternate. Ia merupakan penguasa Muslim kedua di Ternate–pertama Kolano Marhum yang adalah ayahnya. Sultan Zainal Abidin menjadi penguasa yang sangat besar jasanya dalam meletakkan pondasi Islam di Kesultanan Ternate.

Pembacaan sejarah Wali Songo dengan kerangka teori jaringan ulama, membawa kita pada pemahaman Wali Songo tidak hanya menyebarkan Islam di tanah Jawa. Namun, melalui jejaring Giri, secara tidak langsung jaringan ulama ini ternyata punya andil besar dalam penyebaran Islam hingga ke luar Jawa. Ini juga turut menerangkan bahwa Islamisasi sebagian besar wilayah Nusantara terjadi melalui upaya dakwah para ulama yang terhubung dalam jejaring keulamaan.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan