“Jadikanlah wudhumu sebagai pelindung diri dari berbagai virus, termasuk Covid-19.” (Kiai Mujib, Insani Pusat).
Pandemi Covid-19 belum usai, dan belum jelas kapan akan berakhir. Yang pasti, pemerintah dan paramedis hingga kini masih berjibaku untuk mengendalikan penyebarannya dan mengurangi korban yang berjatuhan.
Narasi terus bergulir bagaikan tembakan peluru yang terus menyerbu media sosial, baik itu yang baru asumsi belaka ataupun kajian penelitian proyek yang diglontorkan pemerintah. Polemik pro dan kontra atas adanya virus Corona bergulir bagaikan bola salju yang turun dari gunung, dari bola kecil hingga membesar.
Yang tidak percaya akan bahayanya, boleh mencona masuk rumah sakit dan berkumpul dengan penderita virus Corona. Apakah ia akan tertular dan menderita kesakitan sendiri!
Yang terpenting bagi kita adalah sikap preventif, melakukan pencegahan dari penularan virus yang tak kasat mata ini. Salah satunya dengan selalu berwudhu. Menurut Kiai Mujib, membentengi diri dari penularan segala macam virus bisa dilakukan dengan cara selalu menjaga wudhu. Penegasan atas pentingnya wudhu ini bukanlah hal yang biasa biasa saja. Kesadaran atas makna wudhu belum kita sadari dan hanya menjadi rutinitas sebelum melakukan sholat. Jika pemerintah menggalakkan rajin cuci tangan, maka umat Islam setiap lima kali dalam hari pastilah cuci tangan.
Bila dikaji dari segi penelitian, wudhu memiliki manfaat besar baik itu secara fisik maupun psikis. Hasil penilitian dari Muhammad Akrom (2010) menegaskan bahwa wudhu bermanfaat bagi fisik. Di antara manfaatnya adalah menjaga hidung tetap bersih dan sehat, mencegah penyakit pernapasan (ISPA) dan penyakit rongga hidung, membuat kulit tampak cerah dan
bercahaya, membersihkan kulit dari bakteri dan menyeimbangkan pH kulit menjadi normal, membantu meringankan fungsi ginjal danjantung sehingga dapat mencegah penyakit ginjal dan jantung, mencegah kanker kulit, memperlancar aliran darah, dan menormalkan suhu tubuh.
Secara psikis, wudhu membantu kesehatan jiwa. Manfaat tersebut di antaranya, pertama, dapat mereduksi (mengurangi) rasa marah, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Sesungguhnya marah itu dari setan dan sesungguhnya setan diciptakan dari api. Dan sesungguhnya api itu dipadamkan dengan air. Maka jika seseorang dari kalian sedang marah, maka berwudhulah.” (HR. Abu Daud).
Hadits tersebut memang termasuk dalam golongan hadits yang lemah (maudhu), namun beberapa penelitian membuktikan bahwa wudhu dapat mereduksi (mengurangi) rasa marah, karena ketika marah pembuluh darah kita menyempit dan menyebabkan tekanan darah semakin tinggi. Air adalah sesuatu yang bagus untuk merelaksasikan pembuluh darah tersebut agar kembali membesar dan tekanan darah normal kembali (Syarif Hidayatullah, 2014).
Kedua, wudhu dapat membantu pikiran berkonsentrasi dan menenangkan jiwa. Saat berwudhu, kita diwajibkan mengusap kepala dengan air. Ini akan memberikan efek sejuk pada kepala kita, sehingga pikiran kita menjadi tenang. Dengan pikiran yang tenang, kita lebih mampu untuk mengkonsentrasikan pikiran kita. Para ahli syaraf (neurologist) telah membuktikan bahwa air wudhu yang mendinginkan ujung-ujung syaraf jari tangan dan jari-jari kaki memiliki pengaruh untuk memantapkan konsentrasi (Muhammad Syafiie el-Bantanie, 2010).
Ketiga, wudhu dapat menghindarkan reaksi stres. Rehatta menyatakan bahwa wudhu yang dijalankan dengan penuh kesungguhan, khusyu, tepat, ikhlas, dan kontinu dapat menumbuhkan persepsi dan motivasi positif dan mengefektifkan coping. Respons emosi positif (positive- thinking), dapat menghindarkan reaksi stres (Imam Musbikin, 2009). Wudhu bisa menjadi sarana cooling down (menurunkan temperatur) dalam setiap jangka waktu aktivitas yang memunculkan eskalasi (peningkatan) stres (Oan Hasanuddin, 2007).
Keempat, wudhu memberikan rasa percaya diri sebagai orang yang “bersih” dan sewaktu-waktu dapat menjalankan ketaatannya kepada Tuhan, seperti mendirikan salat atau membaca mushaf al-Quran (Syarif Hidayatullah, 2014).
Dari penjelasan tersebut bisa dipahami bahwa anjuran Kiai Mujib tentang wudhu itu memiliki kemanfaatan besar. Kesadaran hidup bersih dan menjaga wudhu adalah bentuk sikap preventif dari ancaman Covid-19. Di sini makna atas ibadah wudhu berupa dawamul wudhu menjadi ibadah yang sangat dianjurkan dan memiliki pahala besar. Keutamaan ini telah dijelaskan di dalam HR Tirmidzi Nomor 3689 dan Ahmad 5: 354.
Dari Abu Buraidah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam di pagi hari memanggil Bilal lalu berkata,
يَا بِلاَلُ بِمَ سَبَقْتَنِى إِلَى الْجَنَّةِ مَا دَخَلْتُ الْجَنَّةَ قَطُّ إِلاَّ سَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِى دَخَلْتُ الْبَارِحَةَ الْجَنَّةَ فَسَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِى
“Wahai Bilal, kenapa engkau mendahuluiku masuk surga? Aku tidaklah masuk surga sama sekali melainkan aku mendengar suara sendalmu di hadapanku. Aku memasuki surga di malam hari dan aku dengar suara sendalmu di hadapanku.”
Bilal menjawab,
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَذَّنْتُ قَطُّ إِلاَّ صَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ وَمَا أَصَابَنِى حَدَثٌ قَطُّ إِلاَّ تَوَضَّأْتُ عِنْدَهَا وَرَأَيْتُ أَنَّ لِلَّهِ عَلَىَّ رَكْعَتَيْنِ
“Wahai Rasulullah, aku biasa tidak meninggalkan salat dua rakaat sedikit pun. Setiap kali aku berhadats, aku lantas berwudhu dan aku membebani diriku dengan salat dua rakaat setelah itu.”