Sampul Kitab "Sejarah Perjuangan Kiai Haji Abdul Wahab"

Mbah Wahab dan Sejarah Perjuangannya

176 views

ان الكمال في الأعمال # و ليس ذلك في الأقوال
فاعمل تنال ما في الأمل # و لا تكن محض القوال
(Sesungguhnya kesempurnaan itu ada pada perbuatan, bukan pada perkataan.
Maka berbuatlah. Kamu akan meraih apa yang dicita-citakan. Jangan hanya banyak bicara!)

Coba bunyikan ulang penggalan syair di atas dan rasakan getaran elan yang ditimbulkannya. Betapa hebat! Dan, demikianlah, KH Wahab Hasbullah (1888-1971) dahulu menyanyikan syair itu bersama murid-murid Nahdlatul Wathan di Surabaya, sekitar tahun 1916, jauh sebelum Indonesia merdeka.

Advertisements

Maka tidak heran, dengan melihat larik-larik heroik gubahannya itu, jika Kiai Wahab di kemudian hari memiliki karier yang cemerlang, aktif di berbagai wadah pergerakan nasional, hingga memperoleh apa yang dicita-citakannya: tidak hanya mewadahi ulama tradisional dalam sebuah organisasi, bahkan juga kemerdekaan bangsanya —seolah-olah beliau membuktikan sendiri makna dari syair yang diciptakannya.

Saya kira, pergerakan Kiai Wahab yang sibuk luar biasa itulah yang membuatnya (nyaris) tak meninggalkan tulisan yang, katakanlah, semacam kitab-kitabnya KH Hasyim Asyari atau otobiografinya KH Saifuddin Zuhri. Tulisan semacam itu penting untuk mengetahui bagaimana corak pemikiran, arah perjuangan, dan hal lain yang runyam diketahui dari luarannya saja.

Untuk itu, hampir saja kita putus asa untuk mengetahui Kiai Wahab, sebelum kemudian menemukan orang-orang semacam KH Abdul Chalim dari Leuwimunding, yang menulis soal Kiai Wahab dalam kitabnya yang berjudul Sejarah Perjuangan Kiai Haji Abdul Wahab.

KH Abdul Chalim (1898-1972) adalah ulama asal Majalengka yang menjadi Katib Tsani pertama Nahdlatul Ulama (NU) di bawah Kiai Wahab yang pada periode 1926 menjadi Katib Awal. Atas dasar ini, kita sulit menyangkal bahwa kedua kiai ini memang begitu dekat. Terutama sejak 1924, ketika Kiai Chalim berjalan kaki selama 14 hari dari Majalengka ke Surabaya untuk kemudian aktif di Nahdlatul Wathan. Kiai Chalim nyaris tak pernah berpisah dengan gurunya itu kecuali dalam keadaan-keadaan tertentu, seperti masa penjajahan Jepang atau pemberontakan PKI pada 1947. Kedekatan inilah yang menjadikan kitab tersebut istimewa.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan