“To! Tolong bantu angkat ini ke mobil ya!” Suara lantang pedagang di lapak tidak jauh dari tempat aku memilih sayuran terdengar sangat keras.
Tidak lama kemudian seorang anak yang bekerja sebagai kuli panggul datang dan berusaha mengangkat belanjaan yang menurut perkiraanku cukup berat baginya. Wajahnya tertutup topi lebar.
“Misi!” Teriak bocah itu memintaku untuk memberinya jalan. Aku seperti mengenal suara bocah itu, bahkan tidak asing. Tetapi siapa dia? Aku tidak bisa segera mengingatnya.
Sesaat bocah itu lewat tanpa melihat ke arahku. Matanya tertuju ke gang di antara los sayuran untuk memastikan jalannya tidak terhalang oleh orang berjubel yang berbelanja maupun barang belanjaan.
“Karim!” Teriakku ketika terlintas nama bocah tersebut. Namun anak itu sudah keburu hilang di tikungan los. Sepertinya dia sengaja sedikit berlari agar segera sampai ke tempat parkir di mana dia harus mengantar barang belanjaan ke mobil pelanggan.
Setelah membayar sayuran yang aku beli, aku menuju lapak tempat Karim mengambil belanjaan yang kemudian diangkutnya. “Maaf Ibu, anak tadi Karim?” tanyaku pada pemilik lapak.
“Bukan Ibu, itu Anto. Kuli panggul yang biasa bekerja di pasar ini. Anak itu rajin. Selepas sekolah dia baru ke sini untuk bekerja. Katanya uangnya untuk membayar keperluan sekolah dan biaya ibunya yang sakit,” lanjut sang pedagang.
“Kok suara dan perawakannya dari belakang mirip Karim ya Bu, siswa saya. Kebetulan tadi sebelum pulang sekolah saya sempat ketemu. Dia sedang persiapan lomba karya tulis dan saya yang membimbingnya. Tadi dia buru-buru katanya harus segera pulang karena akan pergi bersama orang tuanya.
“Anto belum terlalu lama kerja di pasar ini, Bu. Baru sekitar tiga minggu. Anaknya rajin dan sopan. Pertama dia datang, saya tidak menyangka jika akan menawarkan diri untuk bekerja sebagai kuli panggul. Soalnya perawakannya bersih, seperti anak orang yang berkecukupan. Katanya ingin membantu orang tuanya mencari uang.”