*fragmen catatan perjalanan KKN Kolaboratif Persemakmuran.
***
AROMA SURGA DI PASAR BUKU WILIS
Aku menyukai Malang dengan sepasang mata elangnya; tajam menyiratkan tekad
namun genggamannya bagai musim dingin yang mendamaikan.
Aku pernah memperkenalkan diri sebagai perempuan gila paling antah
yang ditersesatkan takdir di kota Malang.
Diam-diam, menelusuri pasar buku Wilis
barangkali kutemukan kewarasan di stan buku beraroma surga yang berdesakan di pinggir jalan.
Rasanya begitu surga.
bukankah buku adalah rahasia surga yang sengaja Tuhan tinggalkan di bumi?
aku berupaya mencari lebih banyak kata
setidaknya bukan untukku-
tapi untuk seulas senyum di sudut bibirmu.
BUKIT BINTANG ADALAH NASIB
Selepas mengabsen sederet kegiatan pengabdian, kita sibuk menghibur diri
beramai-ramai, Bukit Bintang jadi tujuan
melipat jarak saat lampu-lampu kota mulai meninggi.
Aku sepakat, bukit Bintang adalah nasib
di sana, rencana-rencana disusun seperti takdir yang kita rancang sendiri.
Aku terlalu khawatir saat kita duduk melingkar
ada penyusup yang diam-diam membakar dinding pembatas pada masing-masing kita.
Tapi kukira itu benar; bahwa bukit Bintang adalah nasib
yang nakal
membuat kita kacau menentukan menu camilan.
Ketika dingin mulai beringas menyapa
senyum kita berpelukan tanpa permisi.
Kita larut dalam permainan.
Aku menghindari penghakiman,
dengan menunjuk secara asal wujud kebaikan Tuhan yang lain
demi rasa penasaran manusia; acapkali enggan puas dengan sekadar mengira-ngira.
tapi diam-diam, manik mataku menyepakati bentuk lain.
Bukit Bintang adalah nasib.
Aku menemukan apa yang orang lain tidak temukan-