Benarkah selama ini ada penetapan yang ‘baku’ tentang kaidah tafsir? Atau hal tersebut masih merupakan klaim saja?
Buku al Ta`lif al Mu’ashiroh fi Qawa`id al Tafsir ini membincangkan temuan yang menarik mengenai kemunculan klaim-klaim tersebut dari kalangan ulama kontemporer ini. Tema yang diangkat temasuk sangat segar dalam kesarjanaan saat ini. Kajian historis yang dipakai mualif sangat mendalam.
Bagi mualif, tafsir merupakan cabang keilmuan yang unik, yang tidak seperti cabang-cabang keilmuan lain layaknya fikih dan ushul fikih yang memang ada dan disepakati batasan-batasan atau kaidah-kaidahnya. Tafsir sebaliknya. Antitesis yang dipakai mualif adalah bahwa kaidah yang ditawarkan tidak sama satu dengan lainnya, dan juga belum pernah ada dalam sejarah kesepakatan mengenai kaidah tafsir dalam suatu thabaqat mufassirin.
Mualif membincangkan problem tentang wacana karangan-karangan ulama kontemporer yang menerangkan mengenai kaidah tafsir yang baku, yang sebetulnya diawali dari pandangan bahwa ulama-ulama dahulu dipandang telah menyempurnakan serangkaian kaidah-kaidah tafsir yang standar, yang di kemudian dijadikan semacam dalil ilmiah yang tidak terbantahkan. Hal tersebut yang akan dikritisi dalam kitab ini.
Prosedur penelitian yang mualif pakai adalah mengumpulkan kitab-kitab yang bertema qawa’id tafsir yang diurutkan berdasarkan urutan waktu, kemudian mengkomparasikan kesemua kandungan kitab. Kejelian mualif terlihat ketika memberikan perbandingan mukadimah tiap-tiap kitab bertema ‘qawaid tafsir’. Hasilnya, pandangan masing-masing ulama berbeda, nampak dari sistematika penyusunan mukadimah kitabnya.
Setidaknya ada banyak kitab yang membahas qawaid tafsir hasil pengamatannya. Ia memetakan kesemuanya dalam empat unsur, yaitu 1) jenis-jenis karangan, 2) pandangan teoritisnya, 3) pandangan aplikatif (meliputi pembedahan kaidah, menerangkan atau membakukannya, dan contoh penerapan kaidah), dan 4) kuantitas kaidah yang disajikan. Dengan pemetaan ini, akan lebih mudah mengurai perkembangan qawaid tafsir dari masa ke masa.
Mualif selanjutnya mengetengahkan pandangan ulama kontemporer mengenai kebakuan kaidah tafsir dan metode ijtihadnya. Pada dasarnya, mualif beralasan bahwa kaidah-kaidah yang ditawarkan ulama dahulu tidak membutuhkan standarisasi dan pembakuan, karena memang pada dasarnya kaidah tafsir bermacam-macam.