Benarkah kitab kuning sebagai simbol kejayaan umat Islam? Dalam pandangan sementara, pernyataan itu benar. Hal itu jika kita melihat sejarah pada masa keemasan umat Islam Abad Pertengahan. Misalnya, ada Ibnu Sina sebagai astronom, ahli filsafat sekaligus terkenal dengan ilmu kedokterannya. Salah satu karya monumentalnya yang terkenal dalam bidang kedokteran adalah kitab Al-Qanun. (M Abrar- https://sahabat muslim.id).
Dalam tradisi Islam Nusantara, kitab kuning merupakan media pendalaman keilmuan yang diajarkan seluruh pesantren di Indonesia. Dengan demikian, bisa dibilang kitab kuning adalah media yang menghubungkan keilmuan ulama dari abad ke-3 Hijriah hingga sekarang. Dalam kurun waktu yang sangat lama, namun tradisi itu masih terawat dengan baik. Misalnya, dari mana kita mengetahui istilah “Halal Bihalal”, sementara istilah itu tidak ditemukan di kalangan ulama Timur Tengah. Tentu istilah itu digali dari kajian terhadap karya-karya ulama terdahulu.
Membincang kitab kuning, penulis teringat dengan semboyan kalangan pesantren yang terkenal, “Al-Muhafadza Ala Al-Qadim Al-Shaleh Wal-Akhdzu Bil Jadidil Aslah.” Pada kalimat tersebut terdapat diksi al-Qadim al-Shaleh, yang secara harfiah maknanya menjaga tradisi lama yang baik. Dengan demikian, penulis memasukkan kitab kuning termasuk bagian dari Al-Qadim Al-Shaleh tersebut.
Dalam perkembangan zaman, harus diakui bahwa hadirnya dunia digital di tengah-tengah kita di era kekinian mampu mengubah pola pikir anak didik. Pertanyaannya adalah, dengan maraknya media sosial dan konco-konconya, seperti Facebook, Instagram, X (Twitter), dan Telegram, misalnya, masihkah generasi masa kini mau dan mampu mendalami kitab kuning?
Bahkan, menurut sebagian orang, belajar kitab kuning adalah terbelakang. Apakah pernyataan itu bisa dipertanggungjawabkan? Tentu saja tidak. Penulis menyikapi hal tersebut, masih tetap berdiri kokoh dengan arahan dari ulama, seperti Imam Nawawi dan Imam al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim: “Tetapilah ilmu-ilmu terdahulu dan hati-hatilah kamu dengan ilmu-ilmu baru yang membahayakan.”