Pancasila sudah dinyatakan final sebagai ideologi bangsa Indonesia. Pancasila memuat nilai-nilai yang disepakati sekaligus dijadikan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia. Reduksi pemaknaan terhadap pengamalan Pancasila haruslah selalu berkembang dan tumbuh di benak setiap warga negara Indonesia. Implementasi ini akan mengantarkan negara ini menjadi bangsa yang berdiri di atas satu pijakan yang kokoh sekaligus dinamis.
Dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Jumat (19/6), dengan tajuk “Pancasila di Antara Tarikan Berbagai Kepentingan”, Pancasila dibedah oleh para pakar ternama pada bidangnya masing-masing. Latar belakang diskusi daring ini adalah adanya kekhawatiran terhadap maraknya ancaman-ancaman yang mengatasnamakan revolusi ideologi oleh beberapa kelompok, dan munculnya polemik mengenai RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) oleh DPR.
Guru Besar Tafsir UIN Sunan Kalijaga, Muhammad Chirzin, menyampaikan bahwa Pancasila adalah buah penggalian nilai-nilai kehidupan penduduk pribumi Nusantara selama berabad-abad lamanya. Perjuangan yang diawali sejak masa perlawanan terhadap kolonialisme menghasilkan produk berupa nilai-nilai ideologis bangsa, yang pada selanjutnya disepakati dengan istilah Pancasila.
Karena itu, menurut Chirzin, masyarakat masa kini harus pintar-pintar mencari metodologi yang tepat untuk menghidupkan ruh dari Pancasila. Selain itu, pembuahan nilai-nilai Pancasila, sebelumnya harus dipupuk dengan dasar asas Ketuhanan Yang Maha Esa, khususnya pada konteks keislaman. Sebab, dalam kenyataannya, agama dinilai dapat menjadi sarana untuk dijadikan payung yang tangguh dalam melaksanakan segala praktik pengamalan nilai-nilai Pancasila.
Dalam kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas (Plt) Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dr Phil Sahiron Syamsudin, mencoba mengurai aspek makna dan historisitas mengenai relasi Islam dan Pancasila. Beliau menyampaikan bahwa Pancasila kerap menghadapi keadaan-keadaan yang mengkhawatirkan. Keadaan yang dimaksud muncul dari kelompok-kelompok kecil yang berniat untuk melengserkan Pancasila dari tatanan struktural ideologi bangsa.
Kelompok yang disinggung oleh Sahiron di atas mempunyai pandangan bahwa hal yang mengandung kebenaran hanya berasal dari al-Quran dan Hadits. Memang ini sangat dibenarkan apabila dimasukkan ke dalam konteks Islam. Namun, ia menyayangkan pandangan tersebut yang terkesan terlalu sempit. Kelompok tersebut dinilai belum melihat Islam secara utuh dan fundamental, yang memberikan ruang bagi nilai-nilai yang ma’ruf. Ma’ruf yang dimaksud di sini adalah relasi antarmanusia.