DAKWAH
dakwah, adakah yang lebih mewah dari kata itu
orang-orang berkumpul mendengar di bawah
seperti para jongos dan pengemis
sedang kau bicara bebas di atas mimbar
tentang hal-hal yang mungkin masih samar

kau tertawa, meledek & memelesetkan cerita
ayat-ayat senjata laknat pembodohan umat
kebenaran dibengkokkan demi kepentingan
orang-orang pun turut terbahak-bahak
benaknya merekam segala yang hampa
dakwah, adakah kau lebih sakti dari akal
adakah pikiran kami lebih sakit juga bebal?
2024.
KEPADA KIAI KAMPUNG
kiai, adakah kini zaman sudah edan
banyak orang mengaku sebagai pencerah
tapi sebenarnya ia pemecah belah
ada yang mengaku cinta damai
tapi ia mengobarkan perang dan sansai
ustaz-ustaz baru bermunculan
seperti cendawan
menyebarkan racun
seolah kebenaran
penceramah-penceramah dipanggil “guru”
padahal sebenarnya ia membudak nafsu
aku rindu mengaji di kampung sendiri
seperti dahulu. duduk mendengar kiai
majlis kecil dengan sedikit santri
takzim menyimak kitab kuning dibacakan
pikiran hanyut di dalam pengetahuan
aku gelisah mendengar pidato-pidato
tanpa dasar, tanpa kitab yang jelas
adapun kitab dibahas
isinya dibelokkan 180 derajat
naas betul nasib orang-orang
yang telanjur fanatik
telanjur jadi bebal akalnya
karena tidak pernah diajar mantik
lewat bandongan dan dialektika
aku rindu pada kiai-kiai kampung
yang tulus mengajar tanpa imbalan
amplop-amplop kosong keluar
dari mulut sebagai ucapan;
terima kasih, kiaiku
aku rindu suasana itu lagi
belajar asyik mendengar cerita
tanpa pernah diarahkan
kepada suatu hal
apalagi politik melawan negara
“takbir!” gema suara para muhibin
aku menyingkir
menyepi ke dalam surau
mendengar sisa suara kiaiku yang parau:
“uzlahlah, anakku, bila tak kuat
melihat kemungkaran atau
lawanlah dengan diam dan doa.
itulah selemah-lemah iman”
udara jadi gigil