Husen adalah anak semata wayang Ustadz Sulaiman, seorang qori asal desa Mentaraman. Suara emas ustadz itu diwariskan sepenuhnya pada Husen, bahkan orang bilang bakatnya melebihi ayahnya itu. Sejak usia sepuluh tahun dia sudah mendapat undangan mengisi qiroah pada pengajian-pengajian di desanya. Dan semakin hari namanya semakin kondang.
Husen juga punya kecerdasan yang luar biasa. Daya ingatnya sangat kuat. Di usianya yang belum genap dua puluh tahun, tiga puluh juz al-Quran telah dihafalkannya di luar kepala. Selepas lulus SMP, setiap hari Husen diantar ayahnya setoran hafalan Quran pada Kiai Jufri. Kiai sepuh tetangga desa itu pun kemudian punya kedekatan khusus dengan Husen.
Di balik kelebihan-kelebihan itu, Husen tetaplah Husen, seorang manusia biasa yang dilengkapi Tuhan dengan kelebihan dan kekurangan. Putra semata wayang Ustadz Sulaiman itu memiliki sebuah kekurangan yang membuat aktivitasnya akan sulit tanpa bantuan orang lain. Di kedua matanya terdapat kelainan sejak lahir, sehingga membuatnya tidak mampu melihat gemerlapnya dunia.
Baginya tak ada beda antara buruk rupa atau yang rupawan. Senyum atau muka masam juga tak ada artinya bagi dia yang tak mampu melihat. Bagi Husen, di dunia ini hanya ada gelap.
Dan kemudian dunia semakin terasa gulita bagi Husen. Sekitar satu tahun yang lalu, Ustadz Sulaiman meninggalkan dirinya untuk selamanya setelah menderita serangan jantung selama beberapa hari. Husen merasa seakan pegangan hidupnya telah menghilang. Selama ini ayahnya-lah yang mengenalkannya pada dunia serta hakikat kehidupan di dalamnya. Dia kenalkan anaknya itu pada keagungan Tuhan. Pada Nabi Muhammad, kekasih-Nya. Serta jalan untuk menuju cahaya-Nya. Dan tiba-tiba sosok hebat itu telah tiada, ketika hatinya baru mulai mendapatkan sinar-Nya.
Kini ia tinggal hanya bersama dengan ibunya di rumah sederhana pinggir desa. Melewati hari demi hari dalam kegelapan, tanpa adanya cahaya, dan harapan untuk bisa melihatnya dengan kedua belah mata. Lelaki buta itu merasa hidupnya berada dalam kebingungan. Sepeninggal ayahnya, hidup terasa karut marut dan semrawut. Namun dia sadar, terlalu larut dalam kekalutan hanya akan membuat hidupnya semakin redup.