Adakalanya lelaki itu bermalas-malasan; telentang, pikirannya keluyuran entah ke mana, sementara pandangannya terpaku dinding kuning kamarnya itu. Tampak kemudian, di ketinggian delapan puluh tiga sentimeter tembok itu, seekor semut merangkak ke atas. Lalu ujuk-ujuk berhenti, membalikkan badan untuk kemudian terjun bebas.
Andai kejadian itu tak terulang beberapa saat kemudian, ia bakal mengira semut itu jatuh tergelincir. Namun karena semut itu kini, untuk kali ketiga, tampaknya bakal mengulang lagi, ditimpuk penasaran buru-buru ia menyat, mendekat sembari melempar tanya, “Wahai semut, sebetulnya apa yang sampean lakukan?”
Tak jadi terjun, semut itu menjawab, “Bunuh diri, tapi tidak mati-mati.”
Tercengang ia mendengarnya, tercengang ia mendapati seekor semut sedang bunuh diri. Apa gerangan yang menjadikan seekor semut ingin mati?
Dengan nada simpati ia menanggapi, “Hidup ini indah, teman, dan cuma sekali. Kenapa sampean malah ingin mati?”
“Memang betul hidup ini indah dan hanya satu kali. Hanya saja setelah membaca tulisan-tulisan sampean, rasa-rasanya hidup jadi tidak indah…”
Tercengang ia mendengarnya, tercengang ia mendapati seekor semut mengaku pernah membaca tulisan-tulisannya. Apakah tulisannya jadi penyebab seekor semut melakukan bunuh diri?
“Saya tidak mengerti, bisa sampean jelaskan?”
Kemudian semut itu bercerita:
Seumum semut dewasa, ia menjalani hidup bahagia dengan cara di siang hari bekerja bareng teman-temannya, sementara di malam hari mereka istirahat sembari sesekali saling curhat. Suatu siang, saat teman-temannya mengangkuti remah-remah makanan yang tercecer di lantai rumah itu, ia melirik ke arah lelaki itu. Bukan kelakuan lelaki itu yang membuatnya tertarik untuk kemudian mendekat, melainkan segelas teh yang berada di meja—tempat lelaki itu mengetik dengan komputernya.
Kemudian, lanjut si semut, saat ia mulai menyeruput teh tersebut, lelaki itu tampak khusyuk membaca tulisannya. Entah mengapa, semut itu jadi tertarik untuk mengintip, turut membacanya. Kejadian seperti ini terulang untuk beberapa kali. Dan dari sinilah, hidup yang semula dalam pandangan semut itu indah jadi terasa tidak indah.