WIRIT RINDU
tasbih yang kauputar menerjemahkan
ketinggian rindu sajadah waktu. di antara
sebuah keceriaan gita cinta di rusuk hawa
bacalah puisi-wirit tiap lamun keindahan,
di sana aku ada dalam mata batin pelukan
“prasangka hujan pertama
duduk di dada september tua”
kupikir kausudah mencintaiku,
eh ternyata malah kautagih
petir-hujan kerinduaku
kemarau dan aku duduk bicara perihal
ketentraman sesaat hujan kaularang
teduh gamang melamar iga tanah
giliran ada kausebut gila -giliran mati
kau merana -bingung meminta hujan apa?
KEMARAU
tubuh ini kian memanas mengingat jeritan
matahari menyirami keringat-keringat laju sepi
tandang menyelimuti benih rasa dalam dada
kemarau oh kemarau. apa saja tujuan langit
memanaskan rahim bumi-batu-laut dan riak rindu?
kemarau bukan milik ayat daun yang gugur
tidur mengaji kata di lautan sajadah penuh luka
menyilaukan ketagihan makna-kota di dusun rasa.
cukup perasaan yang mengingat derap langkah
dua kaki di kota sepi. suara mobil tandang menyeberang.
semuanya riang suka menafsirkan kata dalam mesra.
kemarau ini milik kita. kita boleh menghirupnya serindu kopi
yang dilarutan dengan air putih sepi. lalu diolah menjadi
ramuan yang paling absurd di ranjang harap tak beratap.
bukan aku yang membawa panas air kota di relung jiwa
tapi kita yang tersapu, oleh jarak rindu yang menggebu.
September, 2018.
DIKSI MATA
setiap mata hati ada diksi
yang menepi di ruang sudi
:sudi mencintaiku dan sudi
mencintaimu di sepanjang
jalan rasa.. sama-sama cinta
hitam-putih di mataku ingin
menaruh dekapan cumbu.
kauboleh diam. kau boleh
mengira kalau aku adalah doa.
hitam putih di matamu memilih
jalan dan jarak terjal. krikil pergi
sebab tangisan matahari panas ini.
deruman kasih dan kisah sunyi
kan meraba tubuh diam memelukku.
tapi kau pergi jauh. lupa labuh kata.
2018.