Tidaklah pernah lama bilamana aku dan kau teleponan. Itupun kau yang meneleponku. Karena sebagai seorang pecinta, aku takut mengganggu jika meneleponmu duluan. Aku memang laki-laki, tapi tidak sefrontal dan sebinal laki-laki zaman ini yang meminta jatah enak-enak pada kekasihnya semudah membalik telapak tangan. Aku malu. Ayahku mengajarkan agar aku menghargai seorang wanita. Dia bilang, “Laki-laki yang bijak adalah yang menjaga kekasihnya lebih dari menjaga diri sendiri.” Maka dari itu aku segan meneleponmu duluan.
Pernah suatu waktu kulakukan itu dan kau menolak panggilanku mentah-mentah. Lalu mengirimkan pesan sejurus kemudian: “Aku sibuk. Nanti kalau ada waktu biar aku meneleponmu.”
“Iya, mohon maaf.” Pesanku centang biru dan berakhir di situ. Tidak ada jawaban barang satu titik apalagi kata di room chat kita.
Teleponan kita sangat singkat dan padat, sehingga tidak memakan waktu yang panjang: setelah tanya kabar padamu dan kau menjawab baik dan semua baik-baik saja, raib semua pembahasanku. Ingin kutanyakan perihal kuliah dan pelajaran, tapi tiada aku punya nyali dan keberanian. Aku takut itu akan membuatmu marah dan menganggapku sok peduli.
Juga kurasai, tidak semua orang berkenan dan tanggap jika ditanyai perihal pelajaran, bukan? Dan aku takut kau salah seorang dari mereka. Maka bila selesai aku bertanya mengenai kabarmu dan kau menjawab baik-baik saja, raiblah semua pembahasanku. Hening sebentar saja setelahnya, telepon kau matikan. Aku diam. Menangis. Sebentar inikah kesempatanku ngobrol denganmu setelah lama rinduku kutabung selama seminggu?
Lalu suatu waktu aku mencari cara agar dapat aku berlama-lama ngobrol denganmu. Kuterka dan kucari – dari teman-temanmu – celah-celah dari lubang hatimu, sisi apa yang masih belum terisi sama sekali? Lalu besok ketika teleponan seminggu kemudian, akan kulakukan itu agar bisa berlama-lama ngobrol denganmu di telepon.
Selama seminggu itu aku tidak menemukan cara agar dapat berlama-lama ngobrol denganmu. Sempat aku bertanya pada Kamila, teman baikmu di kampus, dia bilang tidak tahu. Baginya, kau orang yang sangat aktif di kampus. Aku iyakan pengakuannya. Kutanya tentangmu pada Lailana, pun ia menjawab seperti Kamila. Aduh, semakin bingung aku mencari cara untuk berlama-lama ngobrol denganmu di telepon.