Diakui atau tidak, beberapa tahun terakhir ruang virtual atau dunia maya kita seringkali dijadikan instrumen oleh sebagian kalangan untuk memecah belah keharmonisan demi kepentingan pribadi maupun kelompok.
Tak pelak, narasi-narasi bernuansakan SARA, ujaran kebencian, hoaks, adu domba, dan lain-lain kerap mewarnai percakapan di dunia maya. Akibatnya, konflik antarsesama di tengah masyarakat tak dapat dihindari.
Ironi tersebut juga ditopang dengan perkembangan di bidang teknologi informasi. Perkembangan ini memudahkan umat manusia di seluruh penjuru dunia untuk mengakses beragam informasi, dan melakukan komunikasi sekalipun dengan orang yang tak dikenal sebelumnya. Interaksi tidak lagi dibatasi oleh teritorial tertentu. Saban waktu informasi dapat diperoleh dengan mudah dan cepat.
Alih-alih perkembangan tersebut memberi kemudahan melimpah ruah kepada manusia yakni sarana untuk berkomunikasi yang nyaman dan menyenangkan, justru menjerumuskan penggunanya kepada jurang permusuhan dan perpecahan. Hal ini ditengarai oleh memudarnya kesadaran setiap individu akan pentingnya sebuah etika dan tanggung jawab dalam berkomunikasi, mengakses dan menyebarkan informasi.
Maka tidaklah berlebihan kiranya apabila saya mengatakan bahwa kehadiran media bernama “duniasantri” begitu urgen di tengah hiruk pikuk dan ambiguitas dunia maya. Tentu untuk memutus sekaligus mengonter maraknya media-media yang seringkali mengedarkan narasi-narasi penuh kebencian, memecah belah, bernuansa hoaks, dan mengadu domba antarsesama di tengah masyarakat.
Artinya, kehadiran duniasantri diharapkan dapat menjadi medium dalam menyemai narasi-narasi damai, toleran, ramah dan lain-lain, khususnya di dunia maya.
Tumpuan pengharapan kepada media duniasantri sebagai medium penyemai narasi damai ini bukan tanpa alasan. Pertama, duniasantri tak sekadar media online berbasis keislaman dengan mempromosikan kajian-kajian Islam ramah, toleran, dan moderat. Tetapi juga, ia memiliki slogan yang kemudian menjadi visi utama duniasantri, yakni “Membangun Negeri”.
Ini berarti, kehadiran duniasantri bukan hanya untuk melestarikan dan merawat khazanah keislaman klasik yang kemudian dikontekstualisasikan pada kehidupan kiwari. Akan tetapi, ia berupaya hadir untuk menjadi ‘pagar betis’ atau ‘benteng pertahanan’ negara Indonesia dari pelbagai rongrongan dan ancaman yang mengitarinya demi tegaknya kesatuan dan keutuhan bangsa.
Kedua, para kontributor media duniasantri nyaris kesemuanya berasal dari kalangan pesantren, baik santri aktif maupun alumni, walaupun ada sebagian yang bukan dari kalangan pesantren. Hingga per 22 Agustus 2022, ada sekitar 1.155 santri yang terdaftar sebagai kontributor kendati ada sebagian yang belum aktif dalam mengirimkan tulisan.
Yang pasti, tingkat kepercayaan kepada duniasantri begitu tinggi. Kenyataan ini menunjukkan bahwa duniasantri memiliki daya tarik tersendiri kepada khalayak. Ketertarikan khalayak tersebut dipicu oleh gaya, sumber, dan perspektif tulisan yang disuguhkan duniasantri, yakni berasal dari santri (baca: tulisan duniasantri.co).
Seperti diketahui bersama, bahwa santri adalah sebutan bagi seseorang yang menimba ilmu pengetahuan di pondok pesantren. Sementara pesantren, merupakan salah satu lembaga pendidikan yang fokus pengajarannya pada kajian ilmu-ilmu keislaman, khususnya karya-karya ulama klasik (kitab kuning).
Perlu diketahui upaya mengumpulkan kontributor dari kalangan santri dalam satu wadah duniasantri bukan perkara mudah. Ada pelbagai rintangan, hambatan, dan tantangan yang tentu dialami oleh awak media duniasantri –baik dari segi finansial maupun kepercayaan diri dan lain sebagainya.
Terlepas dari kesulitan tersebut, yang pasti kini duniasantri telah menjadi media idola orang banyak. Pembacanya juga berasal dari pelbagai kalangan. Mulai tingkat SMP hingga para sarjana, bahkan ada yang dari kalangan kiai.
Melihat antusiasme pembaca ini tidak berlebihan jika duniasantri dianggap sebagai salah satu media yang tengah berhasil menjadi medium dalam menyebarkan narasi-narasi damai, ramah, dan toleran di tengah masyarakat, khususnya di dunia maya.
Akhir kata dari saya, tetaplah menjadi media terdepan penyemai pesan-pesan perdamaian untuk dunia yang penuh dengan keterombang-ambingan ini. Wallahu A’lam.