Beberapa bulan lalu, ada seseorang yang mewakili atau diutus oleh seseorang untuk mengajak kerja sama dengan jejaring duniasantri. Tujuan dari kerja sama itu untuk membantu akselerasi pengembangan duniasantri di bidang literasi. Mulia bukan?
Kerja sama itu akan diawali dengan penerbitan sebuah buku. Buku yang hendak diterbitkan itu sudah siap naik cetak. Sudah dalam bentuk mock up. Dana yang lumayan besar untuk penerbitan buku itu dan program akselerasi literasi duniasantri sudah disiapkan. Yang belum tinggal nama penerbitnya. Si pembawa pesan menginginkan nama penerbitnya adalah jejaring duniasantri. Artinya, si pembawa pesan hanya ingin meminjam nama jejaring duniasantri untuk dijadikan sebagai penerbitnya. Tinggal menunggu “ceklekan” suara stempel jejaring duniasantri, semua akan berjalan lancar.
Saya, yang harus ikut berada dalam pusaran pembicaraan rencana kerja sama itu, meminta mock up bukunya. Begitu melihat sampulnya bergambar sosok tokoh yang diusung sebagai bakal calon presiden oleh partai politik, dan judulnya memamerkan kehebatan sang tokoh tersebut, spontan saya menggelengkan kepala: Tidak!
Saat itu saya membayangkan, pada masa kampanye Pemilihan Presiden 2024 nanti, para juru kampanye akan membagi-bagikan buku tersebut ke seantero Indonesia sambil berbisik atau berteriak bahwa calonnya didukung oleh jejaring duniasantri, yang bisa “diplesetkan” sebagai jaringan santri seluruh Indonesia. Buktinya, buku sang calon diterbitkan oleh jejaring duniasantri. Hatta tulisan ini dibuat, saya belum melihat buku tersebut telah diterbitkan.
Peristiwa tersebut menggambarkan tekad jejaring duniasantri untuk istikamah dengan posisi yang tetap independen, tentu dengan konsekuensi dan risiko yang tak mudah. Apakah menjadi istikamah dan independen itu berkonsekuensi dan berisiko? Tentu saja iya. Setidaknya, bukan perkara yang mudah untuk bisa istikamah dan tetap independen. Andaikata mau menerima pinangan banyak orang begitu saja tanpa reserve, tentu saja Muhammad Muzadi Rizki tidak akan membuat tulisan berjudul “Kenapa Pijar Literasi duniasantri Redup” seperti ini.
Semangat, pengurus JDS semua
Alhamdulillah tercerahkan, Gus.