FAJAR DINI HARI
Fajar-fajar begini, terlalu cepat kau bangun
kemarin kau bilang sakit,
sekarang, sibuk bercermin rapi menata topeng.
Topeng yang dibuat tampak kuat,
kecuali kau lupa, topeng lebih tau kau menangis
menangis tanpa tisu.
Hanya menangis darah di sekujur tubuh,
tentu saja, cermin tidak suka kau bangun.
Tidak tahu macam-macam sebenarnya.
Ini kan masih fajar, katamu cermin semakin menyakitkan,
kembalilah bermimpi.
Kau tidak takut lagi bertopeng bukan?
Topeng tidak bermaksud menakut-nakutimu.
Sekadar, memberi tahu sebenarnya.
Batang, 2024.
TOPI MAJIKAN
Dekat gerbang kampus,
mahasiswa bergemuruh, berebut satu titik yang dituju.
Opera kecil, monyet dengan majikannya,
monyet bertopeng, majikan bertopi
mahasiswa menertawai monyet, tidak punya malu,
sebab ia bertopeng.
Si majikan merasa hina menyodorkan
topi ke pinggang mahasiswa.
Di balik topeng, monyet malah iba.
Melihat topeng mahasiswa yang bingung, penuh tanggung jawab,
beban, luka, kacau balau.
Batang, 2024.
RUMAH SINGGAH
Pojok perempatan,
tepat setempat rumah singgah dengan mahkota-Mu
Takbir demi takbir, sujud demi sujud.
Membentangkan resahan ke langit, menanti
harapan-Mu segera ke bumi.
Tetapi persujudan masih kuat, menggendong air resahan yang jatuh
melewati pipi suci,
tangan yang seharusnya menadah, terlewati lembut.
Apa yang kau tadah?
Tentu saja, harapan tak kunjung ke bumi,
malu dengan topeng yang munafik itu.
(Akan ada saatnya aku turun)
Batang, 2024.
MALAM
Sepertiga malam, bukan gram ataupun zakat emas
dari 1000 malam, hanya sepertiga?
Ke mana saja? sibuk berkeringat agar bisa berzakat
Kelupaan pada malam semakin tegang, hinggap, tak sampai.
Batang, 2024.
ilustrasi: lukisan fadjar sidik.