Di era digital saat ini, media sosial dan mesin pencari telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Ketika kita mencari jawaban atas pertanyaan yang mendalam tentang agama, misalnya, tidak jarang hasil pencarian yang muncul tampak seperti sebuah kenyamanan. Mereka disesuaikan dengan preferensi kita—berfokus pada argumen yang sejalan dengan keyakinan kita sendiri.
Namun, fenomena ini sebenarnya menyembunyikan sesuatu yang lebih besar dan lebih penting, yakni filter bubble. Ini adalah gejala di mana algoritma yang dirancang untuk mempermudah pencarian justru menciptakan batasan terhadap keberagaman informasi yang bisa kita akses.
Sebagai contoh, saya pernah mencoba mencari pandangan-pandangan baru mengenai suatu agama. Hasil pencariannya kebanyakan berisi artikel yang mendukung keyakinan saya, tanpa memberi ruang untuk melihat sudut pandang lain.
Pada awalnya, hal itu terasa menyenangkan, tetapi lama kelamaan saya merasa ada yang hilang. Seolah-olah saya sedang terjebak dalam sebuah ruang yang sempit, di mana keberagaman pemikiran agama, yang seharusnya kaya dan penuh dengan perbedaan perspektif, tidak dapat berkembang dengan bebas. Di tengah jaringan global, kita seperti menjadi katak dalam tempurung.
Polarisasi Agama di Era Digital
Fenomena filter bubble ini tidak hanya terbatas pada masalah pribadi atau keterbatasan wawasan individu, tetapi juga memiliki dampak besar terhadap polarisasi sosial, terutama dalam hal agama. Algoritma media sosial dan mesin pencari secara efektif memengaruhi cara kita melihat dan memandang keberagaman dalam beragama.
Dalam beberapa kasus, mereka cenderung mempersempit perspektif kita dengan menyarankan konten yang hanya mengonfirmasi apa yang kita sudah percayai, tanpa memberi ruang untuk perbedaan pandangan.
Saya teringat sebuah percakapan dengan seorang teman yang mengeluhkan betapa sulitnya ia menemukan artikel atau video dengan perspektif berbeda mengenai topik agama. Ketika ia mencoba mencari konten yang menyajikan pandangan lain, algoritma justru mempersempit pilihan yang tersedia, seolah membatasi ruang untuk diskusi yang lebih luas.