Ini bukan tentang sebuah nama. Tapi simbol.
Saya pernah mengenalnya dulu, dulu sekali, ketika masih kanak-kanak. Ketika rumah-rumah di desa kami masih beratap ilalang. Ketika rumah-rumah di desa kami masih berdinding bambu (gedek). Ketika rumah-rumah di desa kami masih berlantai tanah. Ketika hanya ublik yang terus mencoba melawan gelapnya malam yang menudung rumah-rumah kami.
Suatu hari, ayah-ayah kami tidak lagi pergi ke sawah, melainkan ke ladang-ladang dekat-dekat hutan, atau ke pekarangan-pekarangan dekat-dekat rumah. Pulang ke rumah, ayah-ayah kami membawa berpikul-pikul singkong.
Ibu-ibu kami, atau saudara-saudara perempuan kami, kemudian menguliti singkong-singkong itu, lalu dijemur di bawah curahan sinar Matahari yang terik. Sampai kering dan mengeras. Sampai singkong-singkong itu mulai berjamur, dan berubah nama menjadi gaplek.
Singkong-singkong yang sudah berubah warna itu, dari putih menjadi kehitaman dan menjadi gaplek, kemudian direndam selama dua hari dua malam. Bisa di ember atau di genthong. Kami semua melakukannya dan memperlakukannya dengan hati-hati, dengan sepenuh hati, laiknya gaplek itu barang pusaka. Sampai singkong-singkong itu, gaplek-gaplek itu, berubah lagi dari keras menjadi kenyal.
Oleh ibu-ibu kami, gaplek-gaplek itu kemudian ditiris, dicuci, diambil kulit tipisnya, lalu dipotong kecil-kecil, pendek-pendek. Masih diperlukan satu malam lagi, di bawah terang ublik, gaplek-gaplek itu diremdam dengan air bersih.
Saat pagi tiba, ibu-ibu kami akan mengukusnya selama dua jam. Potongan-potongan gaplek itu kemudian ditaburi gula merah, sedikit garam, dan diurapi kelapa.
“Mulai sekarang kita makan gatot,” begitulah kata ibu-ibu kami, atau ayah-ayah kami, kepada anak-anaknya, saat menu sarapan terhidang.
Kami ragu untuk memakannya. Belum pernah kami melihat ada makanan “buruk rupa” seperti ini. Tapi memang tak ada pilihan. Akhirnya kami telan juga si gatot ini, yang membawa sensasi baru untuk sebuah makanan: kenyal, manis, gurih.
Itulah untuk kali pertama saya mengenal gatot.
Lebih merasa membaca cerpen daripada membaca opini, tapi tetap dapat dinikmati 👍👍👍