Pada masa pandemi Covid-19 ada yang berbeda pada peringatan haul ke-11 Presiden RI ke-IV dan Guru Bangsa KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Haul Gus Dur dilaksakan Senin, 31 Agustus 2020 pada pukul 19.30 WIB. Pondok Pesantren (Ponpes) Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang menggelar haul bukan berdasarkan penanggalan tahun Masehi, tetapi tahun Hijriyah.
“Kami sengaja menyelenggarakan haul Gus Dur dengan tanggal Hijriyah karena budaya di pesantren, seperti Ploso, Denanyar, dan haul Mbah Mutamakin ketika menghauli ulama menggunakan tanggal Hijriyah,” jelasnya, Senin (31/8/2020).
Menurut Pengasuh Ponpes Denanyar KH Abdussalam Shokhib, acara ini bertempat di Masjid Induk Pesantren Mambaul Ma’arif dan diikuti semua santri. Ia menjelaskan, acara Haul Gus Dur yang dipusatkan di Masjid Jami Mamba’ul Ma’arif ini diisi dengan pembacaan tahlil, yasin, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa dan ditutup dengan pembacaan manaqib Gus Dur. Semua santri mengikuti kegiatan ini hingga selesai.
“Setiap tahun kami menyelenggarakan Haul Gus Dur berdasarkan tanggal Hijriyah. Ini untuk mempertahankan budaya haul ulama,” ungkap Kiai Salam.
Alumni Pesantren Al-Falah Ploso ini menjelaskan, tujuan haul Gus Dur ini untuk mengingatkan sejarah perjuangan Gus Dur. Terutama jejak perjalanannya sebagai santri, menjadi intelektual, dan dilanjutkan dengan menjadi pemikir Islam serta tokoh politik.
“Gus Dur ini pembawa lokomotif pembaruan di Nahdlatul Ulama. Menjadi Ketua PBNU dan jadi andalan dalam polemik masalah ketidakadilan. Ini patut kita kenang dan kita lanjutkan perjuangannya, terutama generasi muda. Perjuangan politik yang dengan kepiwaiannya, kecerdasannya, dan ilmunya mampu mencapai puncak karier sebagai Presiden tanpa mengandalkan politik uang. Banyak hal yang bisa dipelajari dari sosok Gus Dur,” tutur Kiai Salam.
Gus Dur dinilai sebagai sosok yang komplit. Ia adalah tokoh intelektual, politikus, dan ulama yang sangat berpengaruh di Indonesia. Apalagi Gus Dur diperkuat dari segi nasab, baik dari jalur bapak maupun ibu. Gus Dur wafat pada 30 Desember 2009 berdasarkan penanggalan Masehi dan dimakamkan di Pesantren Tebuireng.
Gus Dur punya ikatan dengan Pesantren Denanyar cukup kuat dari jalur ibu. Sang ibu, Hj Sholihah, adalah putri pendiri Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar KH Bisri Syansuri. Gus Dur lahir di Denanyar pada 1940. Pada 1944, Gus Dur pindah ke Jakarta karena sang ayah diminta menjadi ketua pertama Majlis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Tahun 1945 pasca-kemerdekaan, keluarga Gus Dur kembali ke Jombang. Namun, pada 1949 setelah perang melawan Sekutu selesai, kembali lagi ke Jakarta karena ayahnya, Kiai Wahid, diangkat menjadi Menteri Agama RI.
“Selain ahli dalam bidang agama, Gus Dur juga ahli di bidang politik. Bahkan, sangat disegani dalam kancah perpolitikan dunia. Gus Dur ikut mendirikan PKB yang hingga kini masih eksis,” tambah Kiai Salam.