Menulis bagi sebagian orang terkadang dianggap sebagai hal yang tidak terlalu penting atau bisa menjadi sesuatu yang sangat rumit dan sukar untuk dilakukan. Tetapi sesunguhnya menulis itu memiliki nilai tersendiri dan berarti bagi banyak orang.
Sebab, menulis tidak hanya sebagai media menyalurkan pemikiran atau apresiasi terhadap sesuatu, namun poin yang lebih penting adalah bahwa menulis sebagai “upaya untuk terus hidup.”
Dalam arti lain sebagai upaya untuk dikenal dan dikenang oleh sejarah. Mungkin umur kita telah ditentukan sepenuhnya oleh Tuhan. Sejak kapan dan sampai kapan. Sampai titik terakhir umur kita, di situlah ada kematian. Kematian adalah salah satu sebab terhapusnya ingatan kita tentang orang lain. Maka dari itu menulis adalah upaya bagi kita untuk selalu dikenal dan dikenang banyak orang tanpa terhalang oleh sebuah peristiwa alamiah seperti kematian.
Banyak contoh orang-orang terdahulu yang tetap dikenal banyak orang di zaman sekarang melalui karya tulisnya. Para pemikir muslim seperti Al-Ghazali, Ibnu Rusyd, atau para filosof seperti Plato, Heidegger, Descartes, dan banyak lagi yang lainnya. Karya mereka masih tetap eksis dikaji sampai sekarang, bahkan menjadi referensi wajib yang tidak (boleh) dilupakan.
Sesungguhnya menulis tidak seruwet dan njelimet yang kita bayangkan. Malah bisa menjadi sesuatu yang bersifat alamiah. Seperti apa yang kita lakukan sehari-hari bisa menjadi tulisan yang unik dan asyik untuk dibaca.
Contohnya adalah seperti yang ditulis oleh Mahfud Ikhwan dalam bukunya Menumis itu Gampang, Menulis Tidak, ini. Mahfud sebenarnya ingin menyampaikan bahwa menulis tidak selamanya berawal dari hal-hal yang njelimet –membutuhkan kerja keras otak–, namun bisa berangkat dari hal-hal yang kita kerjakan sehari-hari.
Buku ini semuanya berawal dari kolom mingguan Mahfud yang bernama “Rebahan” di mojok.co. Dari nama kolomnya saja sudah bisa kita tangkap bahwa tulisan-tulisan yang ada di dalamnya pasti berisi hal-hal ringan atau bagi kebanyakan orang dianggap kurang penting.