Karena Bayi Mak Atun

69 views

Seperti biasa, Mak Atun menuruni jalan terjal. Bermil-mil jarak yang ia tempuh dengan sepasang kaki telanjang, untuk mengambil air jernih di bawah sana. Gemercik air sungai mengalir mulai terdengar di cuping telinganya, membuahkan rasa bahagia di hati kecilnya. Dan rasa bahagia itu berlipat ganda, setelah sepasang matanya mendapati sebuah kotak mengapung berisi bayi.

Anak siapa ini? Pertanyaan semacam itu berseliweran dalam tempurung kepala Mak Atun. Bayi itu cekikikan, mencoba meraih muka Mak Atun dengan tangan-tangan mungilnya. Oh, bayi itu telah menyirami bunga-bunga di hati Mak Atun. Mak Atun terpancing untuk mengelitiki bayi itu agar kembali tertawa, dan tentu juga biar hatinya ikutan senang.

Advertisements

Ada rasa yang tak dapat dilontarkan dengan kata-kata kala Mak Atun menimang bayi itu. Rasa itu meluap seolah membawa pergi rasa pedihnya selama ini. Rasa itu dibawa oleh bayi itu, seakan-akan bayi itu adalah malaikat penghapus lara. Apakah mungkin, Tuhan sengaja mengirim bayi itu untuk Mak Atun yang terselimuti sepi dalam semak belukar kehidupan ini?

Bayi itu menunggangi sebuah kotak yang mengapung, mengikuti arus sungai, dan berlabuh dalam timangan Mak Atun. Jangan tanya bagaimana bunga-bunga bisa tumbuh dalam sanubarinya, atau bagaimana ia bisa menarik kedua ujung bibir, sementara ia sudah lama tak menyunggingkan senyum. Ah, rasanya Mak Atun bisa hidup seribu tahun lagi demi bayi itu.

Mak Atun memutuskan untuk mengasuh bayi itu, menjadikannya anak sendiri. Ia tak peduli dari mana asal rimba bayi itu. Ia percaya, bayi itu adalah paket dari Tuhan. Bayi itu akan menjadi pelengkap kehidupannya. Mak Atun tinggal sebatang kara selama ini, tapi dengan kehadiran bayi yang ia temukan, ia takkan lagi mengeluh kesepian.

Ia memang tak memiliki keturunan, suaminya meninggal sebelum membuahi rahimnya. Ia hidup dalam kegelapan sepi, dengan harapan yang kosong melompong. Namun, setelah ia mendapati bayi itu dan memutuskan untuk mengasuhnya, diam-diam muncul sinar harapan baru. Ia membawa bayi itu pulang—melupakan air yang ingin ia ambil—dan hendak memberitakan pada semua orang, bahwa sekarang ia sudah memiliki teman hidup.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan