Pondok Pesantren Lirboyo yang berpusat di Kediri, Jawa Timur, membuka cabang di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Salah satu tujuannya adalah tetap mengawal dan mempertahankan keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan pendalaman ajaran keislaman yang moderat.
Hal itu ditegaskan pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri KH Abdullah Kafabih Mahrus ketika memberikan sambutan pada peresmian Pondok Pesantren Lirboyo Cabang Majalengka pekan lalu.
Peresmian Pondok Pesantren Lirboyo Cabang Majalengka sejumlah ulama, seperti KH Abdullah Kafabih Mahrus, KH An’im Falahuddin Mahrus, Agus Zulfa Ladai Robbi, KH Atho’illah S Anwar, dan Agus H M. Ibrahim Hafidzdan, KH Sarkosi Subki, KH Husein Muhammad, KH Wawan Arwani, serta Anggota DPR RI dari F-PKB KH Maman Imanulhaq.
“Ini peru dilakukan, di saat begitu banyak orang-orang yang jahil, bodoh, membuat narasi-narasi kontraproduktif, membuat hoaks dan fitnah serta memperlihatkan kedangkalan cara berfikir,” ujar Kiai Kafabih di hadapan para kiai se-wilayah Cirebon, pengurus Nahdlatul Ulama (NU), dan alumni Lirboyo.
Kiai Kafabih juga menegaskan, keberadaan Indonesia harus terus dipertahankan dengan nilai-nilai keislaman dan nasionalisme. Karena itu, maka pesantren harus terlibat lebih aktif dalam mengajarkan nilai Islam yang moderat dan kecintaan terhadap Indonesia yang mendalam.
Kiai Kafabih juga mengingatkan untuk memperdalam nilai-nilai keislaman dengan ilmu-ilmu yang telah diwariskan para ulama.
Sementara itu, KH Maman Imanulhaq yang juga merupakan pimpinan Pondok Pesantren Almizan Jatiwangi, Majalengka, menyambut gembira kehadiran Pesantren Lirboyo di Majalengka.
Menurutnya, kehadiran Pondok Lirboyo di Majalengka akan memperkuat ukhuwah di antara para kiai se-wilayah 3 Cirebon dengan spirit para masyaikh Lirboyo, yaitu KH Abdul Karim, KH Marzuki Dahlan, dan juga KH Mahrus Ali.
“Kita berharap semoga di tempat ini (Pesantren Lirboyo) bisa banyak santri yang mondok. Semakin banyak pondok, maka semakin kuat kita untuk menyebarkan Islam dengan hujjah dan jumlah yang kokoh,” kata Kiai Maman menambahkan.
Seusai acara, para kiai berkumpul di Pesantren Al Mizan mendiskusikan banyak hal, terutama soal pentingnya kembali untuk melakukan gerakan Islam transformatif di tengah gempuran kelompok-kelompok orang yang mempertontonkan kedangkalan berpikir soal Islam dan juga menipisnya rasa nasionalisme.
Dalam diskusi para kiai di Pesantren Al Mizan itu, cendikiawan muslim KH Husein Muhammad mengatakan, para kiai harus terbuka melihat perubahan zaman. Jangan sampai justru lantaran nyaman dibuai dengan keadaan dan tradisi, membuat masyarakat pesantren menjadi komunitas primitif. Ia justru mengajak pesantren menjadi pelopor transformasi.
“Pesantren dan para kiai dalam awal sejarahnya adalah lembaga dan tokoh yang hadir untuk melakukan transformasi kultural melalui tradisi. Indonesia menjadi bangsa muslim terbesar di dunia, tak bisa dilepaskan peran transformatif pesantren dan para kiai. Saya tidak tahu secara pasti apakah masih seperti itu sekarang dan yang akan datang?” kata KH Husein Muhammad menegaskan.